Habib Musthofa abdullah Al-aiydrus

Selamat Datang Di website Kami
مجلس ذكر راتب واسماء الحسنى شمس الشّموس

KH. Turaichan Adjhuri Es Syarofi

Posted by MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUS On Categories:


Melihat Kalender Menara Kudus, bayangan yang sempat terlintas dalam benak adalah sosok Ulama Besar, Ulama yang dikenal dengan Ilmu Falaknya (Astronomi) yakni KH. Turaichan Adjhuri Es Syarofi. Begitu banyak masyarakat yang menggunakan almanak (kalender) hasil ijtihad beliau, tapi sedikti sekali yang tahu, bagaimana kiprah beliau waktu itu.

Mbah Tur (panggilan akrab KH. Turaichan), semasa kecil menghabiskan waktunya untuk belajar, mengaji dan muthola’ah Kitab. Termasuk belajar falak yang ia tekuni secara autodidak, tapi, tapi ketika ada kemusykilan, beliau berkonsultasi dengan KH. Abdul Djalil (guru beliau). Selain itu, Mbah Tur dikenal sebagai anak yang cerdas, tegas dan teliti. Karena ketelitiannya inilah, sosok yang lahir di Kudus 22 Rabi’ul Tsani 1334 H/10 Maret 1915 M ini juga pandai dalam bermain catur. Selain hobby bermain catur, Mbah Tur juga sosok yang jago main Terbang Empat (rebana).

Karena kecerdasan beliau pula, ketika masih berusia 14 tahun, Mbah Tur sudah mengajar di Tingkat Atas TBS Kudus. Selain itu, beliau juga mengajar di kediamannya, di masjid dan di tempat-tempat pengajian lainnya. Setiap Sya’ban, beliau mengajar kitab-kitab yang beliau ajarkan di TBS tapi belum khatam. Dan untuk Bulan Ramadlan, beliau mengajar kitab-kitab tertentu, seperti Kitab Adzkiya’, Irsyadul ‘Ibad dan Hikam. Namun, sekitar tahun 1980-an, Mbah Tur lebih sering mengajar kitab-kitab tentang teologi, mulai dari yang besar, seperti Dasuqi sampai yang kecil, seperti Tuhfatul Murid.

Sementara itu, ada beberapa sumber yang menyebutkan, bahwa beliau masih keturunan Syaikh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus). Tapi dari pihak keluarga kurang tahu betul bagaimana silsilahnya. Menurut KH. Khoiruzzad, Mbah Tur lebih dekat keturunan KH, Mutamakkin (Kajen), yang mempunyai keturunan Ulama-ulama besar, seperti KHR. Asnawi, Raden Hambali dan KH. Sahal Mahfudz.

Pada 1942, beliau menikah dengan Nyai Masni’ah binti Marwan. Dan dikaruniai 10 orang putra. Yang masih sampai sekarang yaitu KH. Choiruzzad, Fihris, Hj. Naila dan Drs. Sirril Wafa, MA.

Tidak Pernah di Pesantren

Mulai kecil, Mbah Tur tidak pernah mengenyam dunia pesantren. Dalam pendidikan formal, beliau sekolah di Madarsah Taswiquththullab Salafi (TBS) Kudus, mulai tahun berdirinya 1928. diantara guru beliau adalah KH. Abdullah Al Jufri, KH. Muhit, dan KH. Abdul Jalil Hamid yang waktu itu mengampu ilmu falak.

Selain menimba ilmu di TBS Kudus, beliau juga ngaji bandongan dengan beberapa kyai. Seperti, KHR. Asnawi, KH. Ma’sum bin Ali Kuaron dari Jombang (menantu KH. Hasyim Asy’ari), KH. Fauzan, KH. Ma’sum (ayah KH. Fauzan), KH. Muslim (kakak KH. Amin Said) dan masih banyak lagi guru-guru beliau yang lain.

Kiprahnyanya Waktu Itu

Tak hanya dalam dunia pendidikan, Mbah Tur pun ikut andil di beberapa organisasi. Seperti halnya, aktif di Jajaran Nahdlatul ‘Ulama (NU), menjadi anggota Mustasyar dalam Muktamar NU yang waktu itu baru berusia 15 tahun, sebagai Tim Lajnah Falakiyyah NU, anggota panitia Ad Hoc pusat dan juga sempat menjabat sebagai Rois Syuriah NU Cabang Kudus.

Ditunjuknya beliau sebagai tim Ru’yah dan hisab oleh Depag Pusat, adalah salah satu kiprah beliau dalam mengharumkan nama Kudus. Selain itu, beliau juga sempat ditunjuknya sebagai qodli (hakim) di Kudus. Di dunia politik, menjadi anggota konstituti mewakili NU yang kala itu menjadi parpol sekitar tahun 1955.

Ketegasan beliau dalam memutuskan suatu masalah, dapat dirasakan oleh banyak kalangan, seperti saat menetapkan masalah dalam munadhoroh menara atau dalam Muktamar NU. Banyak sekali orang yang tercengang atas keputusan beliau. Begitu juga dalam penetapan awal Ramadlan dan Syawal. Banyak masyarakat yang menggunakan keputusan beliau dari pada keputusan pemerintah.

Mbah Tur dalam ilmu falak tak dapat diragukan lagi ketepatannya dan kepiawaiannya, mulai dari penentuan dari awal bulan Hijriah, adanya gerhana dan dalam penerbitan almanak (Kalender) yang sampai saat ini masih berjalan dan dimanfaatkan oleh khalayak ramai, tak hanya msyarakat Kudus, bahkan sampai ke penjuru tanah air.

Keahlian beliau dalam astronomi dan ketegasan beliau dalam memutuskan suatu masalah yang hakiki belum ada duanya. Begitu banyak jasa-jasa Mbah Tur bagi agama, Nusa dan bangsa. Kini beliau telah pulang ke Rahmatullah pada malam Sabtu Pon 9 Jumadil Awal 1420 H/20 Agustus 1999 M dalam usia 84 Tahun.

Dan dalam mengajar, mengisi pengajian dan Khotbah Jum’ah, beliau selalu menekankan agar ummat Islam selalu berkata yang lurus dan benar.

وليقل قولا سديدا

Dan beberapa kalam Hikmah yang mengandung arti yang mendalam.

عليك بطريق الهدى ولا يضرك قلة السالكين

واياك وطرق الردى ولا تغتر بكثرة الهالكين

وزنوا بالقسطاس المستقيم ذلك خيرواحسن تأويلا

Tetaplah pada suatu jalur yang benar, sedikit orang yang menjalaninya tidaklah mengapa. Awas dan waspadalah, banyak jalan ke arah yang munkar kendati banyak peminatnya. Tidak usah tertipu dan gentar (Kabeh perkoro diukur karo Mizanussyar’i)

Ojo gumunan, ojo gampang kepencut


Dikutip Oleh :

Majalah Arwaniyyah