tag:blogger.com,1999:blog-40181162500072309702024-03-13T21:51:54.807+07:00MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA DAN RHOTIB "SYAMSI SYUMUS" KUDUSMAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comBlogger108125tag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-18275516317511175002010-02-16T16:18:00.001+07:002010-02-16T16:20:54.085+07:00<span style="font-size:130%;">HADIRILAH PENGAJIAN UMUM BERSAMA</span><br /><blockquote><br />ALHABIB MUSTHOFA BIN ABDULLAH AL-AYDRUS<br />KH.CHOYROZYAD TA<br /><br />DIPONPES ASNAWI (UTARA MTS BANAT KUDUS)<br />TGL 28 FEB<br /></blockquote>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-988678967466395162010-02-16T16:12:00.001+07:002010-02-16T16:15:42.293+07:00Nabi Muchammad SAW<p align="left"><br /></p><p align="left">Usia Abd’l-Muttalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun atau lebih tatkala Abrahah mencoba menyerang Mekah dan menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan. Pilihan Abd’l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra, – pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Pada hari perkawinan Abdullah dengan Aminah itu, Abd’l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan dia. Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd’l-Muttalib.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Beberapa saat setelah perkawinan, Abdullahpun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam keadaan hamil. Dalam perjalanannya itu Abdullah tinggal selama beberapa bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali lagi. Kemudian ia singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih dulu meninggalkan dia.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Abd’l-Muttalibmengutus Harith – anaknya yang sulung – ke Medinah, supaya membawa kembali bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah. Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abd’l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya.Peninggalan Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman – yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Boleh jadi peninggalan serupa itu bukan berarti suatu tanda kekayaan; tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Aminah melahirkan beberapa bulan kemudian. Selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abd’l Muttalib di Ka’bah, bahwa ia melahirkan seorang anak laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira sekali hatinya karena ternyata pengganti anaknya sudah ada. Cepat-cepat ia menemui menantunya itu, diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka’bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah pada tanggal duabelas Rabiul Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain. Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd’l-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi,” jawab Abd’l Muttalib.</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><strong><span style="font-size:130%;"><a title="Masa Kecil Nabi SAW" name="Masa Kecil Nabi SAW"></a>Masa Kecil Nabi SAW</span></strong></p> <p align="left"> </p> <p align="left"> Sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab di Mekah bahwa anak yang baru lahir disusukan kepadakepada salah seorang Keluarga Sa’d. Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya, Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara susuan. Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa’d yang akan menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang akan mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari anak-anak yatim, karena mereka mengharapkan upah yang lebih. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di antara mereka itu tak ada yang mau mendatangi Muhammad. Salah seorang dari mereka, Halimah bint Abi-Dhua’ib, ternyata tidak mendapat bayi lain sebagai gantinya. Setelah mereka akan meninggalkan Mekah, Halimah memutuskan untuk mengambil Muhammad. Dia bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya. Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh Syaima’, puterinya. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan badannya.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya serangan wabah Mekah. Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara, menikmati udara pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni, bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapanya: “Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil di balik-balikan.” Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai diri dan suaminya ia berkata: “Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami tanyakan: “Kenapa kau, nak?” Dia menjawab: “Aku didatangi oleh dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu aku apa yang mereka cari.”</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Keluarga itu kemudian ketakutan, kalau-kalau terjadi sesuatu pada anak itu. Sesudah itu, dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah kenabiannya. Dalam riwayat yang diceritakan Ibn Ishaq, dikatakan bahwa sebab dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua malaikat itu, melainkan ada beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata: “Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami. Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui keadaannya.” Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari mereka dengan membawa anak itu.</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><em>Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu. Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor kambing. Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta’if dikepung, kemudian dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya. Ia dihormati dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan wanita itu. </em></p> <p align="left"> </p> <p align="left">Kemudian Abd’l-Muttalib yang bertindak mengasuh cucunya itu. Ia memeliharanya sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih-sayangnya kepada cucu ini. Biasanya buat orang tua itu – pemimpin seluruh Quraisy dan pemimpin Mekah – diletakkannya hamparan tempat dia duduk di bawah naungan Ka’bah, dan anak-anaknya lalu duduk pula sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada orang tua. Tetapi apabila Muhammad yang datang maka didudukkannya ia di sampingnya diatas hamparan itu sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Melihat betapa besarnya rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya di belakang dari tempat mereka duduk itu.</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><strong><span style="font-size:130%;"><a title="Kematian Ibunda" name="Kematian Ibunda"></a>Kematian Ibunda</span></strong></p> <p align="left"> </p> <p align="left">Ketika Nabi berusia 6 tahun, Aminah membawanya ke Medinah untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar. Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Medinah kepada anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali ia merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya pernah menceritakan dengan panjang lebar tentang ayah tercinta itu, yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Medinah, Aminah bersama rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Tetapi di tengah perjalanan, ketika mereka sampai di Abwa’,2 ibunda Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan pula di tempat itu. Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia makin merasa kehilangan; sudah ditakdirkan menjadi anak yatim. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi, makin sedih. Baru beberapa hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka kehilangan Ayahanda semasa ia masih dalam kandungan. Kini ia melihat sendiri dihadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini dibiarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatim-piatu. Lebih-lebih lagi kecintaan Abd’l-Muttalib kepadanya. Tetapi sungguhpun begitu, kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu itu bekasnya masih mendalam sekali dalam jiwanya sehingga di dalam Qur’anpun disebutkan, ketika Allah mengingatkan Nabi akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu: “Bukankah engkau dalam keadaan yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan melindungimu? Dan menemukan kau kehilangan pedoman, lalu ditunjukkanNya jalan itu?” (Qur’an, 93: 6-7)</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Nabi kemudian di bawah asuhan kakeknya, Abd’l-Muttalib. Tetapi orang tua itu juga meninggal tak lama kemudian, dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia, sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><span style="font-size:130%;"><strong><a title="Bersama Abu Talib" name="Bersama Abu Talib"></a>Bersama Abu Talib</strong></span></p> <p align="left"> </p> <p align="left">Kemudian pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau Abd’l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib. Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti Abd’l-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang lebih menarik hati pamannya.</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><strong><span style="font-size:130%;"><a title="Perjalanan Pertama Ke Syam" name="Perjalanan Pertama Ke Syam"></a>Perjalanan Pertama Ke Syam</span></strong></p> <p align="left"> </p> <p align="left">Ketika usia Nabi baru duabelas tahun, ia turut dalam rombongan kafilah dagang bersama Abu Talib ke negeri Syam. Diceritakan, bahwa dalam perjalanan inilah ia bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa rahib itu telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadap dia.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Dalam perjalanan itulah, Nabiyullah mendapat pengalaman dan wawasan yang berguna. Beliau dapat melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya daerah-daerah Madyan, Wadit’l-Qura serta peninggalan bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dsegala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau. Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan membuat ia lupa akan kebun-kebun di Ta’if serta segala cerita orang tentang itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di sekeliling Mekah itu. Di Syam Muhammad mengetahui berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya, didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya menghadapi perang dengan Persia. Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan otak, tinjauan yang begitu dalam, ingatan yang cukup kuat, serta segala sifat-sifat semacam itu yang diberikan Allah kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><strong><span style="font-size:130%;"><a title="Masa Remaja Nabi SAW" name="Masa Remaja Nabi SAW"></a>Masa Remaja Nabi SAW</span></strong></p> <p align="left"> </p> <p align="left">Muhammad yang tinggal dengan pamannya, menerima apa adanya. Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dengan ‘Ukaz, Majanna dan Dhu’l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu’allaqat, yang melukiskan lagu cinta dan puisi-puisi kebanggaan, melukiskan nenek moyang mereka, peperangan mereka, kemurahan hati dan jasa-jasa mereka. Didengarnya ahli-ahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada paganisma yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi tidak sepenuhnya ia merasa lega.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Dengan demikian sejak muda-belia takdir telah mengantarkannya ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah, saat mula pertama datangnya wahyu, tatkala Tuhan memerintahkan ia menyampaikan risalahNya itu. Yakni risalah kebenaran dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair, ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato dengan keluarganya dulu di pekan sekitar Mekah selama bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang Fijar.</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><span style="font-size:130%;"><strong><a title="Perang Fijar" name="Perang Fijar"></a>Perang Fijar</strong></span></p> <p align="left"> </p> <p align="left">Perang Fijar bermula dari peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Barradz bin Qais dari kabilah Kinana kepada ‘Urwa ar-Rahhal bin ‘Utba dari kabilah Hawazin pada bulan suci yang sebenarnya dilarang untuk berperang. Seorang pedagang, Nu’man bin’l-Mundhir, setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke ‘Ukaz, tidak jauh dari ‘Arafat. Barradz menginginkan membawa kafilah itu ke bawah pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga ‘Urwa menginginkan mengiringi kafilah itu. Nu’man memilih ‘Urwa (Hawazin), dan hal ini menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana). Ia kemudian mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil kabilah itu. Maka terjadilah perang antara mereka itu. Perang ini hanya beberapa hari saja setiap tahun, tetapi berlangsung selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah kelebihan korban itu kepada pihak lain. Maka dengan demikian Quraisy telah membayar kompensasi sebanyak duapuluh orang Hawazin. Perang fijar ini terjadi ketika Nabi berusia antara limabelas tahun sampai duapuluh tahun.</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><em>Beberapa tahun sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang Fijar itu dengan berkata: “Aku mengikutinya bersama dengan paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu; sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan.” </em></p> <p align="left"> </p> <p align="left">Perang Fijar itu berlangsung hanya beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan hiburan sepuas-puasnya</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Akan tetapi Nabi telah menjauhi semua itu, dan sejarah cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu. Jiwa besarnya yang selalu mendambakan kesempurnaan, itu lah yang menyebabkan dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya ‘yang dapat dipercaya’).</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia berkata: “<em>Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.” Dan katanya lagi: “Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad</em>.” Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungannya.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya. Oleh karena itu, dalam perbuatan dan tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala penodaan nama yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang begitu adanya: Al-Amin. Pada suatu hari ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing ternaknya itu. Tetapi Allah SWT selalu melindunginya, sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa yang kuat. sehingga orang dapat mengetahui: bagaimana ia memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.</p> <p align="left"> </p> <p align="left"><span style="font-size:130%;"><strong><a title="Pernikahan Dengan Khadijah ra" name="Pernikahan Dengan Khadijah ra"></a>Pernikahan Dengan Khadijah ra</strong></span></p> <p align="left"> </p> <p align="left">Ketika Nabi itu berumur duapuluh lima tahun. Abu Talib mendengar bahwa Khadijah sedang menyiapkan perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam. Abu Talib lalu menghubungi Khadijah untuk mengupah Muhammad untuk menjalankan perdagangannya. Khadijah setuju dengan upah empat ekor unta. Setelah mendapat nasehat paman-pamannya Muhammad pergi dengan Maisara, budak Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir kafilah itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui Wadi’l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah. Setelah kembali di Mekah, Muhammad bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkan. sesudah itu, Maisara bercerita juga tentang Muhammad, betapa halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia – yang sudah berusia empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy – tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia membicarakan hal itu kepada saudaranya yang perempuan – kata sebuah sumber, atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya – kata sumber lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: “Kenapa kau tidak mau kawin?” “Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan,” jawab Muhammad. “Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta, terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?” “Siapa itu?” Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: “Khadijah.” “Dengan cara bagaimana?” tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy. Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: “Serahkan hal itu kepadaku,” maka iapun menyatakan persetujuannya.</p> <p align="left"> </p> <p align="left">Tak lama kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga Khadijah guna menentukan hari perkawinan. Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum Perang Fijar. Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad. Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapa, suami-isten yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak, dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya kehilangan anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan ibu-bapa semasa ia masih kecil.</p>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-2481439625447273132010-02-16T16:12:00.000+07:002010-02-16T16:13:21.948+07:00Nabi Sulaiman<p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Nabi Sulaiman adalah salah seorang putera Nabi Daud. Sejak ia masih kanak-kanak berusia sebelas tahun, ia sudah menampakkan tanda-tanda kecerdasan, ketajaman otak, kepandaian berfikir serta ketelitian di dalam mempertimbangkan dan mengambil sesuatu keputusan. </span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;"><strong>Nabi Sulaiman Seorang Juri</strong></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Sewaktu Daud, ayahnya menduduki tahta kerajaan Bani Isra’il ia selalu mendampinginnya dalam tiap-tiap sidang peradilan yang diadakan untuk menangani perkara-perkara perselisihan dan sengketa yang terjadi di dalam masyarakat. Ia memang sengaja dibawa oleh Daud, ayahnya menghadiri sidang-sidang peradilan serta menyekutuinya di dalam menangani urusan-urusan kerajaan untuk melatihnya serta menyiapkannya sebagai putera mahkota yang akan menggantikanya memimpin kerajaan, bila tiba saatnya ia harus memenuhi panggilan Ilahi meninggalkan dunia yang fana ini. Dan memang Sulaimanlah yang terpandai di antara sesama saudara yang bahkan lebih tua usia daripadanya.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Suatu peristiwa yang menunjukkan kecerdasan dan ketajaman otaknya iaitu terjadi pada salah satu sidang peradilan yang ia turut menghadirinya. dalam persidangan itu dua orang datang mengadu meminta Nabi Daud mengadili perkara sengketa mereka, iaitu bahawa kebun tanaman salah seorang dari kedua lelaki itu telah dimasuki oleh kambing-kambing ternak kawannya di waktu malam yang mengakibatkan rusak binasanya perkarangannya yang sudah dirawatnya begitu lama sehingga mendekati masa menuainya. Kawan yang diadukan itu mengakui kebenaran pengaduan kawannya dan bahawa memang haiwan ternakannyalah yang merusak-binasakan kebun dan perkarangan kawannya itu.</span></p> <p align="left"><span id="more-27"></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Dalam perkara sengketa tersebut, Daud memutuskan bahawa sebagai ganti rugi yang dideritai oleh pemilik kebun akibat pengrusakan kambing-kambing peliharaan tetangganya, maka pemilik kambing-kambing itu harus menyerahkan binatang peliharaannya kepada pemilik kebun sebagai ganti rugi yang disebabkan oleh kecuaiannya menjaga binatang ternakannya. Akan tetapi Sulaiman yang mendengar keputusan itu yang dijatuhkan oleh ayahnya itu yang dirasa kurang tepat berkata kepada si ayah: “Wahai ayahku, menurut pertimbanganku keputusan itu sepatut berbunyi sedemikian : Kepada pemilik perkarangan yang telah binasa tanamannya diserahkanlah haiwan ternak jirannya untuk dipelihara, diambil hasilnya dan dimanfaatkan bagi keperluannya, sedang perkarangannya yang telah binasa itu diserahkan kepada tetangganya pemilik peternakan untuk dipugar dan dirawatnya sampai kembali kepada keadaan asalnya, kemudian masing-masing menerima kembali miliknya, sehingga dengan cara demikian masing-masing pihak tidak ada yang mendapat keuntungan atau kerugian lebih daripada yang sepatutnya.”</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Kuputusan yang diusulkan oleh Sulaiman itu diterima baik oleh kedua orang yang menggugat dan digugat dan disambut oleh para orang yang menghadiri sidang dengan rasa kagum terhadap kecerdasan dan kepandaian Sulaiman yang walaupun masih muda usianya telah menunjukkan kematangan berfikir dan keberanian melahirkan pendapat walaupun tidak sesuai dengan pendapat ayahnya.<br />Peristiwa ini merupakan permulaan dari sejarah hidup Nabi Sulaiman yang penuh dengan mukjizat kenabian dan kurnia Allah yang dilimpahkan kepadanya dan kepada ayahnya Nabi Daud.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;"><br /><strong>Sulaiman Menduduki Tahta Kerajaan Ayahnya</strong></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Sejak masih berusia muda Sulaiman telah disiapkan oleh Daud untuk menggantikannya untuk menduduki tahta singgahsana kerajaan Bani Isra’il.<br />Abang Sulaiman yang bernama Absyalum tidak merelakan dirinya dilangkahi oleh adiknya .Ia beranggapan bahawa dialah yang sepatutnya menjadi putera mahkota dan bukan adiknya yang lebih lemah fizikalnya dan lebih muda usianya srta belum banyak mempunyai pengalaman hidup seperti dia. Kerananya ia menaruh dendam terhadap ayahnya yang menurut anggapannya tidak berlaku adil dan telah memperkosa haknya sebagai pewaris pertama dari tahta kerajaan Bani Isra’il.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Absyalum berketetapan hati akan memberotak terhadap ayahnya dan akan berjuang bermati-matian untuk merebut kekuasaan dari tangan ayahnya atau adiknya apa pun yang harus ia korbankan untuk mencapai tujuan itu. Dan sebagai persiapan bagi rancangan pemberontakannya itu, dari jauh-jauh ia berusaha mendekati rakyat, menunjukkan kasih sayang dan cintanya kepada mereka menolong menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi serta mempersatukan mereka di bawah pengaruh dan pimpinannya. Ia tidak jarang bagi memperluaskan pengaruhnya, berdiri didepan pintu istana mencegat orang-orang yang datang ingin menghadap raja dan ditanganinya sendiri masalah-masalah yang mereka minta penyelesaian.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Setelah merasa bahawa pengaruhnya sudah meluas di kalangan rakyat Bani Isra’il dan bahawa ia telah berhasil memikat hati sebahagian besar dari mereka, Absyalum menganggap bahawa saatnya telah tiba untuk melaksanakan rencana rampasan kuasa dan mengambil alih kekuasaan dari tangan ayahnya dengan paksa. Lalu ia menyebarkan mata-matanya ke seluruh pelosok negeri menghasut rakyat dan memberi tanda kepada penyokong-penyokong rencananya, bahawa bila mereka mendengar suara bunyi terompet, maka haruslah mereka segera berkumpul, mengerumuninya kemudian mengumumkan pengangkatannya sebagai raja Bani Isra’il menggantikan Daud ayahnya.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Syahdan pada suatu pagi hari di kala Daud duduk di serambi istana berbincang-bincang dengan para pembesar dan para penasihat pemerintahannya, terdengarlah suara bergemuruh rakyat bersorak-sorai meneriakkan pengangkatan Absyalum sebagai raja Bani Isra’il menggantikan Daud yang dituntut turun dari tahtanya. Keadaan kota menjadi kacau-bilau dilanda huru-hara keamanan tidak terkendalikan dan perkelahian terjadi di mana-mana antara orang yang pro dan yang kontra dengan kekuasaan Absyalum.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Nabi Daud merasa sedih melihat keributan dan kekacauan yang melanda negerinya, akibat perbuatan puterannya sendiri. Namun ia berusaha menguasai emosinya dan menahan diri dari perbuatan dan tindakan yang dapat menambah parahnya keadaan. Ia mengambil keputusan untuk menghindari pertumpahan darah yang tidak diinginkan, keluar meninggalkan istana dan lari bersama-sama pekerjanya menyeberang sungai Jordan menuju bukit Zaitun. Dan begitu Daud keluar meninggalkan kota Jerusalem, masuklah Absyalum diiringi oleh para pengikutnya ke kota dan segera menduduki istana kerajaan. Sementara Nabi Daud melakukan istikharah dan munajat kepada Tuhan di atas bukit Zaitun memohon taufiq dan pertolongan-Nya agar menyelamatkan kerajaan dan negaranya dari malapetaka dan keruntuhan akibat perbuatan puteranya yang durhaka itu.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Setelah mengadakan istikharah dan munajat yang tekun kepada Allah, akhirnya Daud mengambil keputusan untuk segera mengadakan kontra aksi terhadap puteranya dan dikirimkanlah sepasukan tentera dari para pengikutnya yang masih setia kepadanya ke Jerusalem untuk merebut kembali istana kerajaan Bani Isra’il dari tangan Absyalum. Beliau berpesan kepada komandan pasukannya yang akan menyerang dan menyerbu istana, agar bertindak bijaksana dan sedapat mungkin menghindari pertumpahan darah dan pembunuhan yang tidak perlu, teristimewa mengenai Absyalum, puteranya, ia berpesan agar diselamatkan jiwanya dan ditangkapnya hidup-hidup. Akan tetapi takdir telah menentukan lain daripada apa yang si ayah inginkan bagi puteranya. Komandan yang berhasil menyerbu istana tidak dapat berbuat lain kecuali membunuh Absyalum yang melawan dan enggan menyerahkan diri setelah ia terkurung dan terkepung.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Dengan terbunuhnya Absyalum kembalilah Daud menduduki tahtanya dan kembalilah ketenangan meliputi kota Jerusalem sebagaimana sediakala. Dan setelah menduduki tahta kerajaan Bani Isra’il selama empat puluh tahun wafatlah Nabi Daud dalam usia yang lanjut dan dinobatkanlah sebagai pewarisnya Sulaiman sebagaimana telah diwasiatkan oleh ayahnya.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;"><strong>Kekuasaan Sulaiman Atas Jin dan Makhluk Lain</strong></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Nabi Sulaiman yang telah berkuasa penuh atas kerajaan Bani Isra’il yang makin meluas dan melebar, Allah telah menundukkan baginya makhluk-makhluk lain, iaitu Jin angin dan burung-burung yang kesemuanya berada di bawah perintahnya melakukan apa yang dikehendakinya dan melaksanakan segala komandonya. Di samping itu Allah memberinya pula suatu kurnia berupa mengalirnya cairan tembaga dari bawah tanah untuk dimanfaatkannya bagi karya pembangunan gedung-gedung, perbuatan piring-piring sebesar kolam air, periuk-periuk yang tetap berada diatas tungku yang dikerjakan oleh pasukan Jin-Nya.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Sebagai salah satu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Sulaiman ialah kesanggupan beliau menangkap maksud yang terkandung dalam suara binatang-binatang dan sebaliknya binatang-binatang dapat pula mengerti apa yang ia perintahkan dan ucapkan.<br />Demikianlah maka tatkala Nabi Sulaiman berpergian dalam rombongan kafilah yang besar terdiri dari manusia, jin dan binatang-binatang lain, menuju ke sebuah tempat bernama Asgalan ia melalui sebuah lembah yang disebut lembah semut. Disitu ia mendengar seekor semut berkata kepada kawan-kawannya: “Hai semut-semut, masuklah kamu semuanya ke dalam sarangmu, agar supaya kamu selamat dan tidak menjadi binasa diinjak oleh Sulaiman dan tenteranya tanpa ia sedar dan sengaja.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Nabi Sulaiman tersenyum tertawa mendengar suara semut yang ketakutan itu. Ia memberitahu hal itu kepada para pengikutnya seraya bersyukur kepada Allah atas kurnia-Nya yang menjadikan ia dapat mendengar serta menangkap maksud yang terkandung dalam suara semut itu. Ia merasa takjud bahawa binatang pun mengerti bahawa nabi-nabi Allah tidak akan mengganggu sesuatu makhluk dengan sengaja dan dalam keadaan sedar.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;"><strong>Sulaiman dan Ratu Balqis</strong></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Setelah Nabi Sulaiman membangunkan Baitulmaqdis dan melakukan ibadah haji sesuai dengan nadzarnya pergilah ia meneruskan perjalannya ke Yeman. Setibanya di San’a – ibu kota Yeman ,ia memanggil burung hud-hud sejenis burung pelatuk untuk disuruh mencari sumber air di tempat yang kering tandus itu. Ternyata bahawa burung hud-hud yang dipanggilnya itu tidak berada diantara kawasan burung yang selalu berada di tempat untuk melakukan tugas dan perintah Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman marah dan mengancam akan mengajar burung Hud-hud yang tidak hadir itu bila ia datang tanpa alasan dan uzur yang nyata.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Berkata burung Hud-hud yang hinggap didepan Sulaiman sambil menundukkan kepala ketakutan:: “Aku telah melakukan penerbangan pengintaian dan menemukan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui oleh paduka Tuan. Aku telah menemukan sebuah kerajaan yang besar dan mewah di negeri Saba yang dikuasai dan diperintah oleh seorang ratu. Aku melihat seorang ratu itu duduk di atas sebuah tahta yang megah bertaburkan permata yang berkilauan. Aku melihat ratu dan rakyatnya tidak mengenal Tuhan Pencipta alam semesta yang telah mengurniakan mereka kenikmatan dan kebahagian hidup. Mereka tidak menyembah dan sujud kepada-Nya, tetapi kepada matahari. Mereka bersujud kepadanya dikala terbit dan terbenam. Mereka telah disesatkan oleh syaitan dari jalan yang lurus dan benar.”</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Berkata Sulaiman kepada Hud-hud: “Baiklah, kali ini aku ampuni dosamu kerana berita yang engkau bawakan ini yang aku anggap penting untuk diperhatikan dan untuk mengesahkan kebenaran beritamu itu, bawalah suratku ini ke Saba dan lemparkanlah ke dalam istana ratu yang engkau maksudkan itu, kemudian kembalilah secepat-cepatnya, sambil kami menanti perkembangan selanjutnya bagaimana jawapan ratu Saba atas suratku ini.”<br />HUd-hud terbang kembali menuju Saba dan setibanya di atas istana kerajaan Saba dilemparkanlah surat Nabi Sulaiman tepat di depan ratu Balqis yang sedang duduk dengan megah di atas tahtanya. Ia terkejut melihat sepucuk surat jatuh dari udara tepat di depan wajahnya. Ia lalu mengangkat kepalanya melihat ke atas, ingin mengetahui dari manakah surat itu datang dan siapakah yang secara kurang hormat melemparkannya tepat di depannya. Kemudian diambillah surat itu oleh ratu, dibuka dan baca isinya yang berbunyi: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, surat ini adalah daripadaku, Sulaiman. Janganlah kamu bersikap sombong terhadapku dan menganggap dirimu lebih tinggi daripadaku. Datanglah sekalian kepadaku berserah diri.”</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Setelah dibacanya berulang kali surat Nabi Sulaiman Ratu Balqis memanggil para pembesarnya dan para penasihat kerajaan berkumpul untuk memusyawarahkan tindakan apa yang harus diambil sehubungan dengan surat Nabi Sulaiman yang diterimanya itu.<br />Berkatlah para pembesar itu ketika diminta petimbangannya: “Wahai paduka tuan ratu, kami adalah putera-putera yang dibesarkan dan dididik untuk berperang dan bertempur dan bukan untuk menjadi ahli pemikir atau perancang yang patut memberi pertimbangan atau nasihat kepadamu. Kami menyerahkan kepadamu untuk mengambil keputusan yang akan membawa kebaikan bagi kerajaan dan kami akan tunduk dan melaksanakan segala perintah dan keputusanmu tanpa ragu. Kami tidak akan gentar menghadapi segala ancaman dari mana pun datangnya demi menjaga keselamatanmu dam keselamatan kerajaanmu.”</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Ratu Balqis menjawab: “Aku memperoleh kesan dari uraianmu bahwa kamu mengutamakan cara kekerasan dan kalau perlu kamu tidak akan gentar masuk medan perang melawan musuh yang akan menyerbu. Aku sangat berterima kasih atas kesetiaanmu kepada kerajaan dan kesediaanmu menyabung nyawa untuk menjaga keselamatanku dan keselamatan kerajaanku. Akan tetapi aku tidak sependirian dengan kamu sekalian. Menurut pertimbanganku, lebih bijaksana bila kami menempuh jalan damai dan menghindari cara kekerasan dan peperangan. Sebab bila kami menentang secara kekerasan dan sampai terjadi perang dan musuh kami berhasil menyerbu masuk kota-kota kami, maka nescaya akan berakibat kerusakan dan kehancuran yang sgt menyedihkan. Mereka akan menghancur binasakan segala bangunan, memperhambakan rakyat dan merampas segala harta milik dan peninggalan nenek moyang kami. Hal yang demikian itu adalah merupakan akibat yang wajar dari tiap peperangan yang dialami oleh sejarah manusia dari masa ke semasa. Maka menghadapi surat Sulaiman yang mengandung ancaman itu, aku akan cuba melunakkan hatinya dengan mengirimkan sebuah hadiah kerajaan yang akan terdiri dari barang-barang yang berharga dan bermutu tinggi yang dapat mempesonakan hatinya dan menyilaukan matanya dan aku akan melihat bagaimana ia memberi tanggapan dan reaksi terhadap hadiahku itu dan bagaimana ia menerima utusanku di istananya.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Selagi Ratu Balgis siap-siap mengatur hadiah kerajaan yang akan dikirim kepada Sulaiman dan memilih orang-orang yang akan menjadi utusan kerajaan membawa hadiah, tibalah hinggap di depan Nabi Sulaiman burung pengintai Hud-hud memberitakan kepadanya rancangan Balqis untuk mengirim utusan membawa hadiah baginya sebagai jawaban atas surat beliau kepadanya.<br />Setelah mendengar berita yang dibawa oleh Hud-hud itu, Nabi Sulaiman mengatur rencana penerimaan utusan Ratu Balqis dan memerintahkan kepada pasukan Jinnya agar menyediakan dan membangunkan sebuah bangunan yang megah yang tiada taranya ya akan menyilaukan mata perutusan Balqis bila mereka tiba.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Tatkala perutusan Ratu Balqis datang, diterimalah mereka dengan ramah tamah oleh Sulaiman dan setelah mendengar uraian mereka tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka dengan hadiah kerajaan yang dibawanya, berkatalah Nabi Sulaiman: “Kembalilah kamu dengan hadiah-hadiah ini kepada ratumu. Katakanlah kepadanya bahawa Allah telah memberiku rezeki dan kekayaan yang melimpah ruah dan mengurniaiku dengan kurnia dan nikmat yang tidak diberikannya kepada seseorang drp makhluk-Nya. Di samping itu aku telah diutuskan sebagai nabi dan rasul-Nya dan dianugerahi kerajaan yang luas yang kekuasaanku tidak sahaja berlaku atas manusia tetapi mencakup juga jenis makhluk Jin dan binatang-binatang. Maka bagaimana aku akan dapat dibujuk dengan harta benda dan hadiah serupa ini? Aku tidak dapat dilalaikan dari kewajiban dakwah kenabianku oleh harta benda dan emas walaupun sepenuh bumi ini. Kamu telah disilaukan oleh benda dan kemegahan duniawi, sehingga kamu memandang besar hadiah yang kamu bawakan ini dan mengira bahawa akan tersilaulah mata kami dengan hadiah Ratumu. Pulanglah kamu kembali dan sampaikanlah kepadanya bahawa kami akan mengirimkan bala tentera yang sangat kuat yang tidak akan terkalahkan ke negeri Saba dan akan mengeluarkan ratumu dan pengikut-pengikutnya dari negerinya sebagai- orang-orang yang hina-dina yang kehilangan kerajaan dan kebesarannya, jika ia tidak segera memenuhi tuntutanku dan datang berserah diri kepadaku.”</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Perutusan Balqis kembali melaporkan kepada Ratunya apa yang mereka alami dan apa yang telah diucapkan oleh Nabi Sulaiman. Balqis berfikir, jalan yang terbaik untuk menyelamatkan diri dan kerajaannya ialah menyerah saja kepada tuntutan Sulaiman dan datang menghadap dia di istananya.<br />Nabi Sulaiman berhasrat akan menunjukkan kepada Ratu Balqis bahawa ia memiliki kekuasaan ghaib di samping kekuasaan lahirnya dan bahwa apa yang dia telah ancamkan melalui rombongan perutusan bukanlah ancaman yang kosong. Maka bertanyalah beliau kepada pasukan Jinnya, siapakah diantara mereka yang sanggup mendatangkan tahta Ratu Balqis sebelum orangnya datang berserah diri.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Berkata Ifrit, seorang Jin yang tercerdik: “Aku sanggup membawa tahta itu dari istana Ratu Balqis sebelum engkau sempat berdiri dari tempat dudukimu. Aku adalah pesuruhmu yang kuat dan dapat dipercayai.<br />Seorang lain yang mempunyai ilmu dan hikmah nyeletuk berkata: “Aku akan membawa tahta itu ke sini sebelum engkau sempat memejamkan matamu.”<br />Ketika Nabi Sulaiman melihat tahta Balqis sudah berada didepannya, berkatalah ia: Ini adalah salah satu kurnia Tuhan kepadaku untuk mencuba apakah aku bersyukur atas kurnia-Nya itu atau mengingkari-Nya, kerana barang siapa bersyukur maka itu adalah semata-mata untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa mengingkari nikmat dan kurnia Allah, ia akan rugi di dunia dan di akhirat dan sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Mulia.”</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Menyonsong kedatangan Ratu Balqis, Nabi Sulaiman memerintahkan orang-orangnya agar mengubah sedikit bentuk dan warna tahta Ratu itu yang sudah berada di depannya kemudian setelah Ratu itu tiba berserta pengiring-pengiringnya, bertanyalah Nabi Sulaiman seraya menundingkan kepada tahtanya: “Serupa inikah tahtamu?” Balqis menjawab: “Seakan-akan ini adalah tahtaku sendiri,” seraya bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana mungkin bahawa tahtanya berada di sini padahal ia yakin bahawa tahta itu berada di istana tatkala ia bertolak meninggalkan Saba.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Selagi Balgis berada dalam keadaan kacau fikiran, kehairanan melihat tahta kerajaannya sudah berpindah ke istana Sulaiman, ia dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang sengaja dibangun untuk penerimaannya. Lantai dan dinding-dindingnya terbuat dari kaca putih. Balqis segera menyingkapkan pakaiannya ke atas betisnya ketika berada dalam ruangan itu, mengira bahawa ia berada di atas sebuah kolam air yang dapat membasahi tubuh dan pakaiannya.<br />Berkata Nabi Sulaiman kepadanya: “Engkau tidak usah menyingkap pakaianmu. Engkau tidak berada di atas kolam air. Apa yang engkau lihat itu adalah kaca-kaca putih yang menjadi lantai dan dinding ruangan ini.”</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">“Oh,Tuhanku,” Balqis berkata menyedari kelemahan dirinya terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan yang dipertunjukkan oleh Nabi Sulaiman, “aku telah lama tersesat berpaling daripada-Mu, melalaikan nikmat dan kurnia-Mu, merugikan dan menzalimi diriku sendiri sehingga terjatuh dari cahaya dan rahmat-Mu. Ampunilah aku. Aku berserah diri kepada Sulaiman Nabi-Mu dengan ikhlas dan keyakinan penuh. Kasihanilah diriku wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Demikianlah kisah Nabi Sulaiman dan Balqis Ratu Saba. Dan menurut sementara ahli tafsir dan ahli sejarah nabi-nabi, bahawa Nabi Sulaiman pada akhirnya kahwin dengan Balqis dan dari perkahwinannya itu lahirlah seorang putera.<br />Menurut pengakuan maharaja Ethiopia Abessinia, mereka adalah keturunan Nabi Sulaiman dari putera hasil perkahwinannya dengan Balqis itu. Wallahu alam bisshawab.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;"><strong>Wafatnya Nabi Sulaiman </strong></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Al-Quran mengisahkan bahawa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kematian Sulaiman kecuali anai-anai yang memakan tongkatnya yang ia sandar kepadanya ketika Tuhan mengambil rohnya. Para Jin yang sedang mengerjakan bangunan atas perintahnya tidak mengetahui bahawa Nabi Sulaiman telah mati kecuali setelah mereka melihat Nabi Sulaiman tersungkur jatuh di atas lantai, akibat jatuhnya tongkat sandarannya yang dimakan oleh anai-anai. Sekiranya para Jin sudah mengetahui sebelumnya, pasti mereka tidak akan tetap meneruskan pekerjaan yang mereka anggap sebagai seksaan yang menghinakan.</span></p> <p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Berbagai cerita yang dikaitkan orang pada ayat yang mengisahkan matinya Nabi Sulaiman, namun kerana cerita-cerita itu tidak ditunjang dikuatkan oleh sebuah hadis sahih yang muktamad, maka sebaiknya kami berpegang saja dengan apa yang dikisahkan oleh Al-Quran dan selanjutnya Allahlah yang lebih Mengetahui dan kepada-Nya kami berserah diri.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:85%;">Kisah Nabi Sulaiman dapat dibaca di dalam Al-Quran, surah An-Naml ayat 15 sehingga ayat 44</span></p>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-21886655136652463372010-02-16T16:07:00.001+07:002010-02-16T16:09:14.835+07:00Contoh Keberanian Para Ulama Di Hadapan Penguasa<!-- /header-content --><span style="font-weight: bold;"><br /></span> <p>1. Dikisahkan bahwa Hisyâm bin ‘Abdul Malik datang ke Baitullah, Ka’bah untuk melakukan manasik haji. Ketika masuk ke Masjid al-Haram, dia berkata, “Tolong hadirkan ke hadapanku salah seorang dari kalangan para shahabat.!”<br />Lalu ada orang yang menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, mereka semua sudah meninggal dunia.”<br /><span id="more-218"></span><br />Lalu dia berkata lagi, “Kalau begitu, dari kalangan tabi’in saja.”</p> <p>Maka dihadirkanlah Thâwûs al-Yamâny. Tatkala menemui sang Amir, dia mencopot kedua sandalnya di pinggir permadaninya dengan tidak memberi salam terlebih dahulu dan tidak pula memanggilnya dengan julukannya (kun-yah), lantas duduk di sampingnya tanpa idzin pula seraya berujar,<br />“Bagaimana kabarmu wahai Hisyâm.?”</p> <p>Maka meledaklah kemarahan sang Amir sehingga ia hampir saja berkeinginan untuk membunuhnya, namun kemudian ada yang mencegahnya seraya berkata,<br />“Wahai Amirul Mukminin, engkau saat ini berada di kawasan Haram Allah dan Rasul-Nya (Ka’bah) yang tidak boleh hal itu terjadi.”</p> <p>Maka Hisyam berkata, “Wahai Thâwûs, apa yang mendorongmu untuk berbuat seperti itu tadi.?”<br />“Apa gerangan yang telah aku perbuat,?” balas Thâwûs</p> <p>“Engkau telah mencopot kedua sandalmu di pinggir permadaniku, tidak memberi salam dengan menyapa, ‘Wahai Amirul Mukminin,’ tidak memanggilku dengan julukanku lalu duduk di sampingku tanpa idzin,” kata Hisyâm</p> <p>“Adapun kenapa aku mencopot kedua sandalku di pinggir permadanimu, karena aku sudah biasa mencopotnya kala berada di hadapan Allah Ta’ala setiap hari, sebanyak lima kali akan tetapi Dia tidak mencela ataupun marah kepadaku. Adapun ucapanmu ‘engkau tidak memberi salam kepadaku dengan menyapa, ‘wahai Amirul Mukminin’’ karena tidak setiap Muslim setuju atas naiknya engkau ke tampuk kekuasaan. Jadi, aku takut kalau menjadi seorang pendusta (dengan menyapamu sebagai Amir semua orang-orang beriman-red.,). Mengenai perkataanmu ‘engkau tidak memanggilku dengan julukanku’ karena Allah Ta’ala juga menamai para Nabi-Nya, lalu memanggi mereka; ‘wahai Daud’ ‘wahai Yahya’ ‘wahai ‘Isa’ bahkan Dia malah menyebut musuh-musuh-Nya dengan julukan dalam firman-Nya, ‘Celakalah tangan Abu Lahab.’ Sedangkan ucapanmu, ‘kamu duduk di sampingku (tanpa idzin), maka hal itu karena aku telah mendengar ‘Aly bin Abi Thalib RA., berkata, ‘Bila kamu ingin melihat salah seorang penghuni neraka, maka lihatlah kepada seorang yang duduk sementara orang-orang di sekitarnya berdiri menghormatinya,” jawab Thâwûs</p> <p>Kemudian Hisyam berkata, “Kalau begitu, nasehatilah aku.”<br />Maka Thâwûs berkata, “Aku mendengar ‘Aly bin Abi Thalib RA., berkata, ‘Sesungguhnya di neraka Jahannam terdapat ular-ular dan kalajengking seperti bagal (peranakan antara kuda dan keledai) yang mematuk setiap Amir (Penguasa) yang tidak berlaku adil terhadap rakyatnya.”</p> <p>2. Diriwayatkan bahwa Abu Ghayyâts, seorang ahli zuhud selalu tinggal di sekitar pekuburan Bukhara, lalu suatu ketika datang ke kota untuk mengunjungi saudaranya. Kebetulan bersamaan dengan itu, putera-putera Amir Nashr bin Muhammad (penguasa setempat) barusan keluar dari kediamannya bersama para biduan dan alat-alat bermain mereka. Tatkala melihat mereka, sertamerta Abu Ghayyâts berkata,<br />“Wahai diriku, telah terjadi sesuatu yang bila engkau diam, berarti engkau ikut andil di dalamnya.”</p> <p>Lalu dia mengangkat kepalanya ke langit sembari memohon pertolongan Allah. Kemudian mengambil tongkat lalu menggebuki mereka secara serentak sehingga mereka pun lari kocar-kacir menuju kediaman sang penguasa (Amir). Setibanya di sana, mereka menceritakan kejadian tersebut kepada sang penguasa.</p> <p>Maka, sang penguasa pun memanggil Abu Ghayyâts seraya berkata,<br />“Tidak tahukah kamu bahwa siapa saja yang membangkang terhadap penguasa, dia akan diberi makan siang di penjara.?”</p> <p>“Tidak tahukah kamu bahwa siapa saja yang membangkang terhadap ar-Rahmân (Allah), dia akan makan malam di dalam neraka,?” balas Abu Ghayyâts</p> <p>“Kalau begitu, siapa yang memberimu wewenang melakukan Hisbah (Amr Ma’ruf Nahi Munkar) ini,?” tanya Amir<br />“Dia adalah Yang telah mengangkatmu ke tampuk kekuasaan ini,” jawab Abu Ghayyâts</p> <p>“Yang mengangkatku adalah sang Khalifah,” kata Amir<br />“Kalau begitu, Yang mengangkatku melakukan Hisbah adalah Tuhannya sang khalifah,” jawab Abu Ghayyâts</p> <p>“Aku hanya mengangkatmu melakukan Hisbah di daerah Samarkand saja,” kata Amir<br />“Aku sudah mencopot diriku dari bertugas di sana,” jawab Abu Ghayyâts</p> <p>“Aneh kamu ini, engkau melakukan Hisbah di tempat yang tidak diperintahkan kepadamu dan menolak melakukannya di tempat kamu diperintahkan,?” kata Amir lagi</p> <p>“Sesungguhnya jika engkau yang mengangkatku, maka suatu ketika kamu akan mencopotku akan tetapi bila Yang mengangkatku adalah Rabbku, maka tidak akan ada seorangpun yang dapat mencopotku,” tegas Abu Ghayyâts pula</p> <p>“Baiklah, sekarang mintalah apa keperluanmu,!” tanya Amir akhirnya<br />“Yang aku perlukan adalah kembali lagi ke masa muda,” kata Abu Ghayyâts</p> <p>“Wah, itu bukan wewenangku, mintalah yang lain,!” kata Amir<br />“Kalau begitu, tulislah kepada Malaikat Malik, penjaga neraka, agar tidak menyiksaku kelak,” kata Abu Ghayyâts</p> <p>“Wah, itu bukan wewenangku juga, mintalah yang lainnya,!” kata Amr<br />“Kalau begitu, tulislah kepada malaikat Ridlwân, penjaga surga, agar memasukkanku kelak ke dalam surga,!” jawab Abu Ghayyâts</p> <p>“Wah, itu juga bukan wewenangku,” kata Amir lagi<br />“Kalau begitu, keperluanku hanya kepada Allah Yang merupakan Pemilik semua keperluan dan kebutuhan, Yang tidaklah aku meminta kepada-Nya suatu keperluan melainkan pasti Dia akan mengabulkannya,”jawab Abu Ghayyâts</p> <p>Atas jawaban tegas dan brilian itu, akhirnya Abu Ghayyâts dibebaskan oleh sang Amir bahkan dia malah salut dengan keimanan dan keberaniannya.</p> <p><em>(SUMBER: Buku Mi`ah Qishshah Wa Qishshah Fî Anîs ash-Shâlihîn Wa Samîr al-Muttaqîn disusun oleh Muhammad Amîn al-Jundy, Juz II, h.29-33)</em></p>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-84244240621185924092010-02-16T16:07:00.000+07:002010-02-16T16:08:15.075+07:00Kisah Ashabul Kahfi<!-- /header-content --><br /> <p>Mereka adalah para pemuda yang diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala serta Dia mengilhami mereka keimanan, sehingga mereka mengenal Allah dan mengingkari keyakinan kaum mereka yang menyembah berhala. Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan masalah akidah mereka disertai dengan perasaan takut akan kekejaman dan kekerasan kaum mereka, seraya berkata, artinya,<br /><span id="more-224"></span><br />“Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian ،K.” (Al-Kahfi: 14), yakni jika seruan kami ditujukan kepada selain-Nya, ،§maka sungguh kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al-Kahfi: 14), yakni perkataan keji, dusta dan zhalim. Sedangkan “kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai ilah-ilah (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka). Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah.” (Al-Kahfi: 15).</p> <p>Setelah mereka sepakat mengenai keyakinan tersebut dan menyadari bahwa mereka tidak mungkin menjelaskannya kepada kaum mereka, maka mereka memohon kepada Allah Ta’ala supaya dimudahkan urusan mereka, artinya, “Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10).</p> <p>Kemudian mereka berlindung ke gua, lalu Allah Subhannahu wa Ta’ala memudahkan urusan mereka, melapangkan lubang gua serta menempatkan pintunya di sebelah utara, sehingga tidak terkena sinar matahari; baik ketika terbit maupun saat terbenam, dan mereka tertidur dalam gua di bawah penjagaan serta perlindungan Allah Subhannahu wa Ta’ala selama tiga ratus sembilan tahun. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi mereka dari rasa takut, karena posisi mereka (gua) berdekatan dengan kota kaum mereka.</p> <p>Allah Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjaga dan melindungi mereka dalam gua tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,artinya, “Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri” (Al-Kahfi: 18), supaya bumi tidak membusukan tubuh mereka.</p> <p>Kemudian Allah Subhannahu wa Ta’ala membangunkan mereka setelah tertidur dalam jangka waktu yang cukup lama “supaya mereka saling bertanya diantara mereka sendiri.” (Al-Kahfi: 19). Akhirnya mereka menemukan jawaban yang sesungguhnya, sebagaimana hal tersebut ditegaskan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya, artinya,<br />“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19). Allah Subhannahu wa Ta’ala menjelaskan kisah ini hingga akhir.</p> <p>Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Dan Faidah-Faidah Yang Dapat Diambil Dari Kisah Tersebut</p> <p>Di dalam kisah tersebut terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dan faidah-faidah yang bermanfaat, di antaranya:</p> <p> * Bahwa kisah ashhabul kahfi, meskipun sangat mengagumkan, tetapi bukan merupakan tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala yang paling mengagumkan, karena Allah Subhannahu wa Ta’ala memiliki tanda-tanda kekuasaan tersendiri dan kisah-kisah lain yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi orang-orang yang berkenan merenungkannya.</p> <p> * bahwa orang yang memohon perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala, maka Allah akan melindungi dan menyayanginya, dan menjadikan nya sebab-sebab untuk menunjukkan orang-orang yang sesat. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi ashhabul kahfi dalam tidur mereka yang cukup lama dengan memelihara keimanan dan tubuh mereka dari gangguan serta pembunuhan kaum mereka dan Allah Subhannahu wa Ta’ala menjadikan bangunnya mereka dari tidur mereka sebagai tanda kesempurnaan kekuasaan-Nya, kebaikan-Nya yang banyak dan bermacam-macam, supaya hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa janji Allah Subhannahu wa Ta’ala pasti benar.</p> <p> * Adalah perintah menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat dan mendiskusikannya, karena Allah Ta’ala telah mengutus mereka untuk tujuan tersebut dan mengilhami mereka untuk berdiskusi di antara mereka seputar keyakinan mereka dan pengetahuan masyarakat mengenai keyakinan atau perilaku mereka sehingga diperoleh bukti-bukti dan pengetahuan bahwa janji Allah pasti benar dan sesungguhnya kiamat itu pasti terjadi tanpa ada keraguan di dalamnya.</p> <p> * Adalah berkenaan dengan etika seseorang yang merasa samar mengenai sesuatu ilmu, maka hendaklah ia mengembalikannya kepada gurunya dan berusaha untuk memahami dengan seksama pelajaran yang telah diketahuinya.</p> <p> * Bahwa sah mewakilkan dan mengadakan kerja sama dalam jual beli. Hal tersebut merujuk perkataan mereka,artinya, “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”, kemudian “،K maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).</p> <p> * Bahwa diperbolehkannya memakan makanan yang baik-baik dan memilih makanan-makanan yang layak dan sesuai dengan selera seseorang selama tidak melebihi batas-batas kewajaran. Sedang jika melebihi batas-batas kewajaran maka hal tersebut termasuk perbuatan yang dilarang. Hal itu didasarkan kepada perkataan salah seorang dari mereka,artinya, “،K dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).</p> <p> * Adalah berkenaan dengan anjuran supaya memelihara, melindungi serta menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat menimbulkan fitnah dalam urusan agama dan harus menyembunyikan ilmu yang mendorong manusia berbuat jahat.</p> <p> * Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan perhatian dan kecintaan para pemuda itu kepada agama yang benar, pelarian mereka untuk menjauhkan diri dari semua fitnah dalam urusan agama mereka dan pengasingan diri mereka dengan meninggalkan kampung halaman serta kebiasaan mereka untuk menempuh jalan Allah Subhannahu wa Ta’ala.</p> <p> * Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan hal-hal yang tercakup dalam kejahatan, seperti kemadharatan dan kerusakan yang mengundang kemurkaan Allah ƒ¹ dan kewajiban meninggalkannya, dan meniggalkannya merupakan jalan yang harus ditempuh oleh kaum mukminin.</p> <p> * Bahwa firman Allah Subhannahu wa Ta’ala,artinya, “Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.” (Al-Kahfi: 21) menunjukkan bahwa orang-orang yang berkuasa yang dimaksud ialah para penguasa ketika mereka dibangunkan dari tidur mereka yaitu para penguasa yang telah beragama dengan agama yang benar, karena para penguasa itu mengagungkan dan memuliakan mereka, sehingga para penguasa tersebut berniat membangun sebuah rumah peribadatan di atas gua mereka.</p> <p> Meski hal itu dilarang khususnya dalam syari’at agama, maka yang dimaksud ialah menjelaskan tentang ketakutan luar biasa yang dirasakan Ashhabul Kahfi ketika membela dan mempertahankan keimanan mereka sehingga harus berlindung di sebuah gua dan setelah itu Allah Subhannahu wa Ta’ala membalas perjuangan mereka dengan penghormatan dan pengagungan dari manusia. Hal itu merupakan kebiasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam membalas seseorang yang telah memikul penderitaan karena-Nya serta menetapkan baginya balasan yang terpuji.</p> <p> * Bahwa pembahasan yang panjang lebar dan bertele-tele dalam masalah-masalah yang tidak penting; maka hal itu tidak perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).</p> <p> * Bahwa bertanya kepada seseorang yang tidak berilmu dalam masalah yang akan dimintai pertanggungan jawab di dalamnya atau orang yang tidak dapat dipercaya adalah terlarang. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “،K dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).</p> <p>Sumber: Qishash al Anbiya،¦, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa،¦di, kisah no 33 dan 34. (Abu Hilmi) </p>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-20959814319150601082010-02-16T15:50:00.000+07:002010-02-16T15:51:11.147+07:00Apakah Amalku Diterima?<div class="snap_preview"><p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Beramal shalih memang penting karena merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang. Namun yang tak kalah penting adalah mengetahui persyaratan agar amal tersebut diterima di sisi Allah. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan justru membuat Allah murka karena tidak memenuhi syarat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan.</span></span></p> <p align="left"><span id="more-83"></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Dalam mengarungi lautan hidup ini, banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu demi satu. Demikianlah sunnatullah yang berlaku pada hidup setiap orang. Di antara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil itu sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun banyak yang tidak mampu menyingkirkannya sehingga harus terkapar dalam kubang kegagalan di dunia dan akhirat.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Kerikil dan duri-duri hidup memang telalu banyak. Maka, untuk menyingkirkannya membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit. Kita takut kalau seandainya kegagalan hidup itu berakhir dengan murka dan neraka Allah Subhanahuwata’ala. Akankah kita bisa menyelamatkan diri lagi, sementara kesempatan sudah tidak ada? Dan akankah ada yang merasa kasihan kepada kita padahal setiap orang bernasib sama?</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Sebelum semua itu terjadi, kini kesempatan bagi kita untuk menjawabnya dan berusaha menyingkirkan duri dan kerikil hidup tersebut. Tidak ada cara yang terbaik kecuali harus kembali kepada agama kita dan menempuh bimbingan Allah Subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa satu-satunya jalan itu adalah dengan beriman dan beramal kebajikan. Allah berfirman:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan orang-orang yang saling menasehati dalam kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ’Ashr: 1-3)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Sumpah Allah Subhanahuwata’ala dengan masa menunjukkan bahwa waktu bagi manusia sangat berharga. Dengan waktu seseorang bisa memupuk iman dan memperkaya diri dengan amal shaleh. Dan dengan waktu pula seseorang bisa terjerumus dalam perkara-perkara yang di murkai Allah Subhanahuwata’ala. Empat perkara yang disebutkan oleh Allah Subhanahuwata’ala di dalam ayat ini merupakan tanda kebahagiaan, kemenangan, dan keberhasilan seseorang di dunia dan di akhirat.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Keempat perkara inilah yang harus dimiliki dan diketahui oleh setiap orang ketika harus bertarung dengan kuatnya badai kehidupan. Sebagaimana disebutkan Syaikh Muhammad Abdul Wahab dalam kitabnya Al Ushulu Ats Tsalasah dan Ibnu Qoyyim dalam Zadul Ma’ad (3/10), keempat perkara tersebut merupakan kiat untuk menyelamatkan diri dari hawa nafsu dan melawannya ketika kita dipaksa terjerumus ke dalam kesesatan.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Iman Adalah Ucapan dan Perbuatan</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Mengucapkan “Saya beriman”, memang sangat mudah dan ringan di mulut. Akan tetapi bukan hanya sekedar itu kemudian orang telah sempurna imannya. Ketika memproklamirkan dirinya beriman, maka seseorang memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima, yaitu kesiapan untuk melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya baik berat atau ringan, disukai atau tidak disukai.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Konsekuensi iman ini pun banyak macamnya. Kesiapan menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada di atas ridha Allah termasuk konsekuensi iman. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dan menyingkirkan segala sesuatu yang akan menghalangi kita dari jalan Allah juga konsekuensi iman. Demikian juga dengan memperbudak diri di hadapan Allah dengan segala unsur pengagungan dan kecintaan.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Mengamalkan seluruh syariat Allah juga merupakan konsekuensi iman. Menerima apa yang diberitakan oleh Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam tentang perkara-perkara gaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau merupakan konsekuensi iman. Meninggalkan segala apa yang dilarang Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam juga merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanakan syari’at Allah, mencintai dan membela mereka, merupakan konsekuensi iman. Dan kesiapan untuk menerima segala ujian dan cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Allah berfirman di dalam Al Qur’an:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (Al Ankabut: 1-3)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Imam As Sa’dy dalam tafsir ayat ini mengatakan: ”Allah telah memberitakan di dalam ayat ini tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Termasuk dari hikmah-Nya bahwa setiap orang yang mengatakan “aku beriman” dan mengaku pada dirinya keimanan, tidak dibiarkan berada dalam satu keadaan saja, selamat dari segala bentuk fitnah dan ujian dan tidak ada yang akan mengganggu keimanannya. Karena kalau seandainya perkara keimanan itu demikian (tidak ada ujian dan gangguan dalam keimanannya), niscaya tidak bisa dibedakan mana yang benar-benar beriman dan siapa yang berpura-pura, serta tidak akan bisa dibedakan antara yang benar dan yang salah.”</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi kemudian setelah mereka kemudian setelah mereka” (HR. Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri dan Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘Anhuma dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no.992 dan 993)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Ringkasnya, iman adalah ucapan dan perbuatan. Yaitu, mengucapkan dengan lisan serta beramal dengan hati dan anggota badan. Dan memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan, yaitu amal.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Amal</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Amal merupakan konsekuensi iman dan memiliki nilai yang sangat positif dalam menghadapi tantangan hidup dan segala fitnah yang ada di dalamnya. Terlebih jika seseorang menginginkan kebahagiaan hidup yang hakiki. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan hal yang demikian itu di dalam Al Qur’an:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang telah dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah.” (Ali Imran:133)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Imam As Sa’dy mengatakan dalam tafsirnya halaman 115: “Kemudian Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan-Nya dan menuju surga seluas langit dan bumi. Lalu bagaimana dengan panjangnya yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala kepada orang-orang yang bertakwa, merekalah yang pantas menjadi penduduknya dan amalan ketakwaan itu akan menyampaikan kepada surga.”</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Jelas melalui ayat ini, Allah Subhanahuwata’ala menyeru hamba-hamba-Nya untuk bersegera menuju amal kebajikan dan mendapatkan kedekatan di sisi Allah, serta bersegera pula berusaha untuk mendapatkan surga-Nya. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/169</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Allah berfirman:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Berlomba-lombalah kalian dalam kebajikan” (Al Baqarah: 148)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Dalam tafsirnya halaman 55, Imam As Sa’dy mengatakan: “Perintah berlomba-lomba dalam kebajikan merupakan perintah tambahan dalam melaksanakan kebajikan, karena berlomba- lomba mencakup mengerjakan perintah tersebut dengan sesempurna mungkin dan melaksanakannya dalam segala keadaan dan bersegera kepadanya. Barang siapa yang berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia, maka dia akan menjadi orang pertama yang masuk ke dalam surga kelak pada hari kiamat dan merekalah orang yang paling tinggi kedudukannya.”</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Dalam ayat ini, Allah dengan jelas memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk segera dan berlomba-lomba dalam amal shalih. Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Bersegeralah kalian menuju amal shaleh karena akan terjadi fitnah-fitnah seperti potongan gelapnya malam, di mana seorang mukmin bila berada di waktu pagi dalam keadaan beriman maka di sore harinya menjadi kafir dan jika di sore hari dia beriman maka di pagi harinya dia menjadi kafir dan dia melelang agamanya dengan harta benda dunia.” (Shahih, HR Muslim no.117 dan Tirmidzi)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Dalam hadits ini terdapat banyak pelajaran, di antaranya kewajiban berpegang dengan agama Allah dan bersegera untuk beramal shaleh sebelum datang hal-hal yang akan menghalangi darinya. Fitnah di akhir jaman akan datang silih berganti dan ketika berakhir dari satu fitnah muncul lagi fitnah yang lain. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/170</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Karena kedudukan amal dalam kehidupan begitu besar dan mulia, maka Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan kita untuk meminta segala apa yang kita butuhkan dengan amal shaleh. Allah berfirman di dalam Al Quran:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Hai orang-orang yang beriman, mintalah tolong (kepada Allah) dengan penuh kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (Al Baqarah:153)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Lalu, kalau kita telah beramal dengan penuh keuletan dan kesabaran apakah amal kita pasti diterima?</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Syarat Diterima Amal</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini telah disebutkan Allah Subhanahuwata’ala sendiri di dalam kitab-Nya dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam di dalam haditsnya. Syarat amal itu adalah sebagai berikut:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Pertama, amal harus dilaksanakan dengan keikhlasan semata-mata mencari ridha Allah Subhanahuwata’ala.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Allah Subhanahuwata’ala berfirman;</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan baginya agama yang lurus”. (Al Bayyinah: 5)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.” (Shahih, HR Bukhari-Muslim)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Kedua dalil ini sangat jelas menunjukkan bahwa dasar dan syarat pertama diterimanya amal adalah ikhlas, yaitu semata-mata mencari wajah Allah Subhanahuwata’ala. Amal tanpa disertai dengan keikhlasan maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Kedua, amal tersebut sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Beliau bersabda:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Dan barang siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (Shahih, HR Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Dari dalil-dalil di atas para ulama sepakat bahwa syarat amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala adalah ikhlas dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak ada, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala. Dari sini sangat jelas kesalahan orang-orang yang mengatakan “ Yang penting kan niatnya.” Yang benar, harus ada kesesuaian amal tersebut dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika istilah “yang penting niat” itu benar niscaya kita akan membenarkan segala perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan dalil yang penting niatnya. Kita akan mengatakan para pencuri, penzina, pemabuk, pemakan riba’, pemakan harta anak yatim, perampok, penjudi, penipu, pelaku bid’ah (perkara- perkara yang diadakan dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasululah r ) dan bahkan kesyirikan tidak bisa kita salahkan, karena kita tidak mengetahui bagaimana niatnya. Demikian juga dengan seseorang yang mencuri dengan niat memberikan nafkah kepada anak dan isterinya.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Apakah seseorang melakukan bid’ah dengan niat beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala adalah benar? Apakah orang yang meminta kepada makam wali dengan niat memuliakan wali itu adalah benar? Tentu jawabannya adalah tidak.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Dari pembahasan di atas sangat jelas kedudukan dua syarat tersebut dalam sebuah amalan dan sebagai penentu diterimanya. Oleh karena itu, sebelum melangkah untuk beramal hendaklah bertanya pada diri kita: Untuk siapa saya beramal? Dan bagaimana caranya? Maka jawabannya adalah dengan kedua syarat di atas.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Masalah berikutnya, juga bukan sekedar memperbanyak amal, akan tetapi benar atau tidaknya amalan tersebut. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">“Dia Allah yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapakah yang paling bagus amalannya.” (Al Mulk: 2)</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;"><br /></span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Muhammad bin ‘Ajlan berkata: “Allah Subhanahuwata’ala tidak mengatakan yang paling banyak amalnya.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/396</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Allah Subhanahuwata’ala mengatakan yang paling baik amalnya dan tidak mengatakan yang paling banyak amalnya, yaitu amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam, sebagaimana yang telah diucapkan oleh Imam Hasan Bashri.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Kedua syarat di atas merupakan makna dari kalimat Laa ilaaha illallah – Muhammadarrasulullah.</span></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size: 10pt;">Wallahu a’lam.</span></span></p> </div>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-74845985764431591442010-02-12T15:05:00.001+07:002010-02-12T15:05:40.923+07:00ForumMAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-10473277301264033842010-01-31T16:02:00.002+07:002010-01-31T16:02:31.882+07:00Mengapa Kita Harus Melanggengkan Berjamaah<div class="snap_preview">Rasulullah bersabda:<br />
مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلاَةِ مَعَ اْلجَمَاعَةِ أَعْطَاهُ اللّهُ خَمْسَ خِصَالٍ : لَمْ يُصِبْهُ فَقْرًا أَبَدًا, يُرْفَعُ عَنْهُ عَذَابُ الْقَبْرِِ, أَمِنَ مِنْ أَهْوَالِ يَومِ الْقِيَامَةِ, يُعْطَى كِتَابُهُ بِيَمِيْنِهِ, يَمُرُّ عَلَى الصِّرَاطِ كَالْبَرْقِ اْلخَاطِفِ<br />
Barangsiapa yang selalu menjaga sشlatnya dengan berjamaah, maka Allah akan memberinya lima hal: tidak pernah terkena kefakiran selamanya, dihapuskan siksa kubur darinya, selamat dari kesusahan pada hari kiamat, diberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanan, dan berjalan di atas titian ’shirat’ secepat kilat yang menyambar.<br />
Hadits ini cukuplah bagi alasan kita untuk selalu berjamaah, ke mana atau di manapun kita berada, diusahakan dengan berjamaah. Dengan berjamaah, di samping kita mendapat pahala jamaah, kita juga mendapatkan pahala silaturahim dengan tetangga juga credit point untuk diterimanya salat kita. Imam al-Ghazali dalam kitab Fath al-Mu’in berpendapat bahwa salat sah bila dilakukan dengan khusyuk. Karena itu khusyu’ menjadi syarat keabsahan salat bagi imam. Andai yang dibenarkan Allah terkait dengan hadits yang menyatakan, “Sesungguhnya Allah tidak melihat wajahmu atau jasadmu, tetapi Allah melihat hatimu” adalah pendapat Imam al-Ghazali ini, adakah salat kita yang sah? Berapa banyak salat kita yang sah? <br />
Dalam sebuah komunitas berjamaah, kebutuhan harus khusyu’ bagi masing-masing musholli dapat ditutupi oleh salah satu makmum yang bisa khusyu’. Bila semua makmum tidak ada yang khusyu’, maka kebutuhan khusyu’ semua jamaah dicukupi oleh imamnya. Karena tanggung jawab imam yang berat inilah dalam kitab Kifayah al-Atqiya’ dinyatakan bahwa bila seseorang mengimami orang yang lebih alim maka dia terlaknati. Seandainya imamnya ternyata juga tidak mampu menghadirkan kekhusyu’an, maka kebutuhan khusyu’ bagi seluruh jamaah itu dapat ditutupi oleh fadilah jamaah. Bertolak dari kenyataan ini, dapat kita nyatakan bahwa orang yang selalu salat berjamaah kemungkinan salatnya diterima lebih besar dibanding orang yang salat sendiri. <br />
Berita media massa yang lalu tentang 19 TKI yang dihukum pancung mengejutkan kita. Bayangkan betapa berat usaha para TKI tersebut untuk mengais rezeki hingga harus pergi ke negeri orang. Semasa kita tidak mampu menahan emosi atas kekejaman budaya orang lain, kita melakukan sesuatu yang akhirnya berakibat pada ancaman nyawa kita sendiri. <br />
Orang bepergian ke luar negeri untuk bekerja pasti atas promosi atau cerita orang lain tentang rezeki yang berlimpah. Kita percaya dan kita berangkat ke sana mengais rezeki. Seorang pegawai pemerintah pasti percaya akan jaminan pemerintah bahwa setiap awal bulan akan mendapat rezeki berupa gaji bulanan. Orang yang berpromosi kerja di luar negeri, aparat pemerintah yang menciptakan ketentuan gaji bulanan, mereka semua adalah manusia, makhluk ciptaan Allah. Kepada sesama ciptaan saja kita percaya, tetapi mengapa tidak percaya kepada yang mencipta? <br />
Allah melalui lisan Rasulullah, junjungan kita, sudah menjamin orang-orang yang selalu menjaga jamaah tidak akan terkena kefakiran selamanya, baik faqir hati maupun faqir harta. Mereka yang selalu salat berjamaah diberi kemampuan oleh Allah untuk bersyukur atas nikmat yang diterima. Mereka yang tidak mampu bersyukur adalah orang yang faqir hatinya. Sudah memiliki harta cukup, ingin lebih dengan korupsi. Sudah memiliki isteri yang cantik, masih ingin mencari selingkuhan. Inilah cermin mereka yang faqir hati. Mereka yang selalu menjalani salat lima waktu secara berjamaah dengan kekuasaan Allah tidak akan kekurangan meski tidak kaya. Kalaupun tidak ada harta sedikit pun, maka sewaktu-waktu ada kebutuhan mendesak pasti Allah memberi solusinya.<br />
Sebuah koran memberitakan bahwa para pengusaha atau penjaja seks mengaku menjadi pelopor pertama pemanfaatan teknologi informasi. Begitu ada internet, mereka mampu mencipta situs yang mudah dibeli dan diakses oleh orang di seluruh pelosok dunia. Begitu pula ketika dunia ponsel semakin canggih dengan kemampuan mengirim gambar, mereka menjual gambar atau video porno melalui, dapat dilihat, dan dinikmati dari ponsel. Sementara dakwah Islam tetap kembang kempis. Beberapa pesantren ada yang mulai merambah website, tetapi berapa yang mampu eksis? Kalau dunia kemaksiatan lebih canggih dari amar makruf, mampukah perilaku kita menjamin diri kita bebas dari siksa kubur? Kalaupun mampu terbebas dari siksa kubur, mampukah kita terbebas dari kesusahan dan teror hari kiamat? Mampu pulakah kita menjamin bahwa catatan amal akan kita terima dengan tangan kanan sebagai bukti amal kita diterima? Mampukah kita melampaui jembatan shirat sebagai jalan menuju surga?<br />
Kalau kita selama ini tidak pernah mampu melalui itu semua, mengapa kita meninggalkan jamaah salat? Mengapa masa depan kita tidak kita usahakan dan pastikan dengan selalu berjamaah? Melihat jaminan Allah yang begitu hebat bagi kehidupan dunia dan akhirat, para kyai sepuh bahkan dalam menganjurkan berjamaah sampai berkata, “Kalau perlu membayar orang untuk membantu salat kita agar terhitung jamaah!” Berapapun harta yang kita keluarkan tidak akan sebanding dengan jaminan Allah yang begitu besar dan bernilai.<br />
Ibn Majah meriwayatkan sebuah hadits:<br />
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ<br />
Barangsiapa yang mendengar adzan tetapi ia tidak mendatangi salat (untuk berjamaah) maka ia tidak akan mendapat( kesempurnaan) salat kecuali jika ia udzur.<br />
سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ رَجُلٍ يَصُومُ فِى النَّهَارِ وَ يَقُومُ اللَّيْلَ لاَيَشْهَدُ جُمْعَةً وَلاَ جَمَاعَةً, قَالَ فِى النَّار<br />
Ibn Abbas ditanya tentang seseorang yang selalu berpuasa pada siang hari dan salat malam tetapi tidak menjalani salat Jumat dan tidak (pernah) berjamaah. Ibn Abbas berkata, “(Dia akan masuk) ke neraka.”<br />
Semestinya cukuplah hadits Rasulullah dan atsar sahabat di atas untuk memotivasi agar kita berjamaah bila kita mengaku muslim dan mukmin. Bila tidak, sepantasnyalah kita bertanya kepada diri kita sendiri adakah keislaman dan keimanan di dalam hati kita? Pantaskah kita disebut orang yang mendekat kepada Allah? Sudahkah kita benar-benar berpasrah kepada Allah? Masing-msing dari kita sendiri yang mampu menjawabnya!<br />
</div>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-37825881772930941912010-01-31T15:43:00.001+07:002010-01-31T15:44:23.655+07:00TerbaruMAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-33702591096005227842010-01-31T15:40:00.007+07:002010-02-16T15:57:37.217+07:00Artikel Islam<ul><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2010/02/apakah-amalku-diterima.html">Apakah Amalku Diterima?</a><blockquote></blockquote></li></ul>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-62674459108546947062010-01-31T15:40:00.005+07:002010-02-13T15:09:55.558+07:00Galeri<a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/syamsi-syumus-dambaan-habib-musthofa.html">Rotib Syamsi Syumus dambaan Habib Mustafa Abdullah Alaydrus</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/jadwal-peringatan-haul-habaib-sejawa.html">Jadwal Peringatan Haul Habaib Sejawa</a>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-76876570101798738922010-01-31T15:40:00.004+07:002010-01-31T15:42:45.282+07:00Barita Acara MajelisMAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-62655371034961598272010-01-31T15:26:00.002+07:002010-01-31T15:31:59.389+07:00<a href="http://www.facebook.com/group.php?gid=80745695307">Syamsi Syumus Indonesia</a><br /><a href="http://www.facebook.com/group.php?gid=226024590733&ref=search&sid=100000169357289.1100293533..1">Syamsi Syumus "Kudus"</a>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-86156950508657496502010-01-31T15:10:00.002+07:002010-02-16T16:18:11.276+07:00Hikmah dan Kisah-kisah Teladan<a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/niat.html"></a><blockquote><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Kisah<br /></span></span><ul><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2010/02/nabi-muchammad-saw.html"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size:100%;">Nabi Muchammad SAW</span></span></a></li><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2010/02/nabi-sulaiman.html"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size:100%;">NAbi Sulaiman AS</span></span></a></li></ul><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Hikmah</span></span><br /><ul><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/niat.html">Niat</a></li><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/langkah-awal-mendekatkan-diri-kepada_30.html">Langkah Awal Mendekatkan Diri Kepada Allah</a></li><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2010/01/banyak-dzikir-banyak-kebaikan-dunia.html">Banyak Dzikir, Banyak Kebaikan Dunia Akhirat</a></li><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2010/01/bantuan-allah-bagi-alwliya.html">Bantuan Allah Bagi Alwliya’</a></li><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2010/02/kisah-ashabul-kahfi.html">kisah Ashabul Kahfi</a></li><li><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2010/02/contoh-keberanian-para-ulama-di-hadapan.html">Contoh Keberanian Para Ulama Dihadapan</a><br /></li></ul></blockquote><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2010/01/bantuan-allah-bagi-alwliya.html"></a>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-62189685500662644292010-01-31T15:09:00.000+07:002010-01-31T15:09:16.495+07:00Alhamdulillah sekarang <b>Majlis Dzikir Asmaul Husna Rotib Syamsi Syumus</b> sudah beredar luas hampir diseluruh wilayah Kudus.<br />
<br />
Dengan dipimpin oleh :<br />
- Habib Musthofa Al-aiydrus (Pimpinan Indonesia)<br />
- Habib Mochammad Nagif Assegaf (Pimpinan Kudus)MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-66608715351474411272010-01-28T21:50:00.001+07:002010-01-28T21:52:51.601+07:00DownloadTeks Bacaan<br /><ol><li><a style="font-weight: bold;" href="http://syamsisyumus.org/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=19&ltemid=29">Teks asli Rhotib Alaydrus</a></li><li><a href="http://majelisrasulullah.org/components/com_simpleboard/uploaded/files/doa_khidir_as_new.doc">Doa Nabi Khidir (menolak bala)</a></li><li><a href="http://majelisrasulullah.org/components/com_simpleboard/uploaded/files/0735d6849ca72f87de8dd8f54c36113f.doc">Doa Fakhril wujud Syech Abu Bakar bin Salim</a></li></ol><br />Qosidah Mp3<br /><ol><li><a href="http://www.mp3-center.org/download_mp3/Hijjaz/Asmaul%20Husna/9728911"><span style="text-decoration: underline;">Asmaul Husna</span></a></li><li><a href="http://dc87.4shared.com/download/50786419/76ca898d/4shared_Desktop_301.exe">Maulana yaa maulana</a></li><li><a href="http://www.4shared.com/file/142438148/a2bb9ca8/11_Ilaahi__Mubarok_.html">Ilahi</a></li><li><a href="http://www.4shared.com/file/142438146/4503b1af/06_Ya_Rasulallah__Mubarok_.html">yaa rosulallah</a></li></ol>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-7610910962881748392010-01-14T16:43:00.001+07:002010-01-14T16:43:36.998+07:00Bantuan Allah Bagi Alwliya’<p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial;">Setelah solat Ashar, Saad bin Abi Waqqas ra berjalan jalan di pasar kota Madinah. Ia menelusuri pasar sampai ke ujungnya. Di sana beliau melewati tempat yang bernama Ahjar Alzait. Tak bererapa lama, ia melihat sekelompok penduduk desa mengerumuni seorang yang sedang menunggangi unta. Ia sangat sombong dan memperlihatkan dirinya bahwa ia adalah seorang pemberani dan pahlawan perang. ia berteriak teriak mengatakan bahwa dirinya lebih hebat dari Ali bin Abi Thalib ra. Bahkan ia menghinanya dengan kata kata yang tidak sopan. </span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial;">Saad yang kebetulan berada di sana, menanya salah seorang yang sedang berdiri apa yang sebenarnya telah terjadi terhadap diri orang yang sedang menunggangi unta itu.</span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial;">Mendengar uraian orang trb, saad sangat marah dan langsung menegurnya “apakah kamu tahu siapa Ali bin Abi Thalib itu? Bukankah ia orang yang pertama tama masuk islam? Bukankan ia orang yang pertama tama solat berjamaah bersama Rasulallah saw? Bukankah ia orang yang paling berzuhud? Bukankah ia orang yang paling berilmu? Bukankah ia yang menikahi putrinya Rasulallah? Bukankah ia pemimpin perang? Bukankah ia pembawa bendera Rasulallah dalam peperangnya melawan musuh Allah?” </span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial;">Kemudian Saad bin Abi Waqqas solat dua rakaat, menghadap ke kiblat dan mengangkat tanganya. Ia berdoa kepada Allah dengan penuh kekhushu’an agar diturunkan kepada orang tadi bala’ dan kutukan Nya.”Ya Allah sesungguhnya orang itu telah meremehkan salah seorang wali dari awliya’ Mu. Perlihatkanlah kekuasanmu di hadapan mereka”. Begitu selesai doa dibacakan, unta yang ditunggangi laki laki tadi berontak sekuat kuatnya, sehingga ia jatuh <em>nyungsep</em> ke bawah. Kepalanya pecah terdampar batu. Akhirnya ia mati seketika di hadapan halayak ramai</span></p>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-42502057075361006892010-01-14T16:36:00.001+07:002010-01-14T16:36:51.499+07:00<span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Manaqib Para Habaib</span><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-imam-abdullah-bin-abubakar.html">Al-Habib Imam Abdullah bin Abubakar Alaydrus Akbar ( Shohibur Ratib Alaydrus )</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ahmad-bin-abdulloh-al-athos.html">AL-Habib Ahmad Bin Abdullah Alatthos (PENDIRI MAJLIS DZIKIR ASMAUL HUSNAH )</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-muhammad-bin-husein-alaydrus.html">Al-Habib Muhammad Bin Husein Alaydrus ( Habib Neon)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-husein-bin-abu-bakar-alaydrus.html">Al-Habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus (Luar Batang)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-umar-bin-muhammad-bin-hud-al.html">Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hud Alattas(cipayung bogor)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-al-imam-ali-bin-muhammad-bin.html">Al-Habib Al-Imam Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi ( Simtudduror )</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ahmad-bin-alwi-bin-ahmad.html">Al-Habib Ahmad Bin Alwi Bin Ahmad Alhaddad (Habib Kuncung)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdul-qadir-bin-ahmad-bilfagih.html"><span style="text-decoration: underline;"><span>Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih Al-Alawy</span></span></a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdur-rahman-as-saqqaf-bukit.html">Al-Habib Abdur Rahman as-Saqqaf (Bukit Duri)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdullah-asy-syathiry.html">Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abu-bakar-bin-abdurrahman-as.html">Al-Habib Abu Bakar bin Abdurrahman As-Seggaf (As-Sakran)</a><span style="font-weight: bold;"><br /></span><span><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abu-bakar-bin-husen-assegaf.html">Al-Habib Abu Bakar bin Husen Assegaf Bangil</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdullah-baalawi-ibnul.html">Al-Habib Abdullah Ba’alawi Ibnul Ustadzul A’dzam</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdullah-bin-abdul-qadir-bin.html">Al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bil Faqih</a><br /></span><span><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdullah-bin-alwi-al-haddad.html">Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad</a><br /></span><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdullah-bin-ali-alhaddad.html"><span>Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad</span></a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdullah-bin-husain-bin-thahir.html">Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdullah-bin-mukhsin-al-athas.html">Al-habib Abdullah bin Muchsin Al-atthas</a><a style="color: rgb(255, 255, 255);" href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdurrahman-bin-muhammad.html">)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdurrahman-az-zahir.html">Al-Habib Abdurrahman Az-Zahir<br /></a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abdurrohman-bin-zein-bin-ali.html">Al-Habib Abdurrohman bin Zein bin Ali Al-Jufri</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abu-bakar-al-aidrus.html">Al-Habib Abu Bakar Al-Aidrus</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abu-bakar-bin-abdurrahman-as.html">Al-Habib Abu Bakar bin Abdurrahman As-Seggaf (As-Syakran)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abu-bakar-bin-husen-assegaf.html">Al-Habib Abu Bakar bin Husen Assegaf Bangil</a><br /><span><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abu-muhammad-al-haddad-al.html">Al-Habib Abu Muhammad Al-Haddad Al-Yamani</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-abubakar-bin-ali-shahab.html">Al-Habib Abubakar bin Ali Shahab</a></span><span style="font-weight: bold;"><br /></span><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ahmad-bin-abdullah-bin-muhsin.html">Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf</a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ahmad-bin-abdullah-bin-thalib.html"><br />Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al-Athas</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ahmad-bin-alwi-bahjadab.html">Al-Habib Ahmad bin Alwi Bahjadab</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ahmad-bin-abdurrahman-as.html">Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman As-Seggaf</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ahmad-bin-hasan-al-atthas.html">Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ahmad-masyhur-bin-thaha-al.html">Al-Habib Ahmad Masyhur bin Thaha al-Haddad</a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-al-qutub-abubakar-bin-muhammad.html"><br />Al-Habib Al-Qutub Abubakar Bin Muhammad Assegaf</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-al-walid-isa-bin-muhammad-bin.html">Al-Habib Al-Walid Isa bin Muhammad bin Syech Al Qatmyr Al-Kaff</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-al-walid-muhammad-bin-alwi-bin.html">Al-Habib Al-Walid Muhammad bin Alwi bin Husin bin Hood Al-Athas</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ali-bin-abdurrahman-alhabsyi.html">Al-Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ali-bin-abu-bakar-as-seggaf.html">Al-Habib Ali bin Abu Bakar As-Seggaf</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ali-bin-ahmad-bin-zein-aidid.html">Al-Habib Ali Bin Ahmad Bin Zein Aidid</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ali-bin-husin-alatas-habib-ali.html"><span style="text-decoration: underline;"><span>Al-Habib Ali bin Husin Alatas (Habib Ali Bungur)</span></span></a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-ali-ridha-bin-musa-al-kadhim.html">Al-Habib Ali Ridho bin Musa Al-kadhim</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-alwi-bin-ali-alhabsyi.html">Al-Habib Alwi bin Ali Al Habsyi</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-alwi-bin-muhammad-alhaddad.html">Al-Habib Alwi bin Muhammad Alhaddad</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-alwi-bin-salim-al-aydrus.html">Al-Habib Alwi bin Salim Al-Aydrus</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-alwi-bin-thahir-bin-abdullah.html">Al-Habib Alwi bin Thahir bin Abdullah Al-Haddad (Mufti Johor)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-anis-bin-alwi-bin-ali-alhabsyi.html">Al-Habib Anis bin Alwi bin Ali Alhabsyi</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-hadi-bin-abdullah-al-hadar.html">Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Hadar</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-hasan-bin-ahmad-baharun.html">Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-hasan-bin-sholeh-al-bahr-al.html">Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr Al-Jufri</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-hasan-bin-yahya-syekh-kramat.html">Al-Habib Hasan Bin Yahya (Syekh Kramat Jati)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-hassan-bin-abdurrahman-as.html">Al-Habib Hassan bin Abdurrahman As-Seggaf<br /></a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-husain-bin-muhammad-al-haddad.html">Al-Habib Husain bin Muhammad Al-Haddad<br /></a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-husein-bin-abu-bakar-alhabsyi.html">Al-Habib Husein bin Abu Bakar Alhabsyi</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-husein-bin-bin-abdurrahman.html">Al-Habib Husein bin Abdurrahman Assaqqaf<br /></a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-husein-bin-hadi-al-hamid.html">Al-Habib Husein bin Hadi Al-Hamid</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-husein-bin-muhammad-al-qadri.html">Al-Habib Husein bin Muhammad Al Qadri<br /></a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-husin-bin-abdillah-al-aydrus.html">Al-Habib Husin bin Abdillah Al-Aydrus</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-idrus-bin-salim-al-djuffri.html">Al-Habib Idrus Bin Salim Al-Djuffri<br /></a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-muhammad-bin-abdullah-alaydrus.html">Al-Habib Muhammad bin Abdullah Alaydrus</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-muhammad-bin-husein-baabud.html">Al-Habib Muhammad bin Husein Ba’abud</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-jafar-bin-syaikhan-assegaf_28.html">Al-Habib Ja’far bin Syaikhan Assegaf</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-muhammad-bin-idrus-alhabsyi.html">Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-muhammad-bin-salim-bin-hafidz.html">Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-muhsin-bin-umar-al-atthas.html">Al-Habib Muhsin bin Umar al-Atthas<br /></a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-nuh-bin-muhammad-al-habsyi.html">Al-Habib Nuh bin Muhammad Al Habsyi</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-raihan-bin-abdillah-al-adani.html">Al-Habib Raihan bin Abdillah Al-’Adani</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-salim-bin-hafiz-bin-syaikh-abu.html">Al-Habib Salim Bin Hafiz Bin Syaikh Abu Bakar bin Salim</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-salim-bin-jindan.html">Al-Habib Salim bin Jindan</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-sayid-hatim-bin-ahmad-al-ahdal.html">Al-Habib Sayid Hatim bin Ahmad Al-Ahdal</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-sholeh-bin-muhsin-al-hamid.html">Al-Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid (Habib Sholeh Tanggul)<br /></a><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-umar-al-muhdhor.html">Al-Habib Umar Al-Muhdhor</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-umar-bin-abdurrahman-al.html">Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas(Shohiburrotib Al-Haddad)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-umar-bin-muhammad-bin-hud-al_30.html">Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Attas (Cipayung, Indonesia)</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-usman-bin-yahya.html">Al-Habib Usman Bin Yahya</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-habib-zain-bin-abdullah-al-aidrus.html">Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-imam-ahmad-al-muhajir.html">Al-Imam Ahmad Al-Muhajir</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-imam-al-faqih-al-muqaddam-muhammad.html">Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-imam-ali-khali-qasam.html">Al-Imam Ali Khali’ Qasam</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-imam-ali-shahibud-dark.html">Al-Imam Ali Shahibud Dark</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-imam-ali-zainal-abidin-bin-ali-bin.html">Al-Imam Ali Zainal Abidin Bin Ali Bin Abi Tholib</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/al-imam-alwi-al-ghuyur.html">Al-Imam Alwi Al-Ghuyur</a><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Manaqib Para Kyai</span><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/kh-raden-asnawi.html">KH. Raden Asnawi </a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/kh-m-arwani-amin.html">KH. Arwani Amin</a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/kh-turaichan-adjhuri-es-syarofi.html">KH. Turaichan Adjhuri Es Syarofi </a><br /><a href="http://syamsisyumuskudus.blogspot.com/2009/12/kh-syaroni-ahmadi.html">KH. Sya'roni Ahmadi</a>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-77364666400094487432010-01-08T10:51:00.001+07:002010-01-08T10:54:22.830+07:00Banyak Dzikir, Banyak Kebaikan Dunia AkhiratDiterjemahkan : Sayyidy al-Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan<br />Sabtu, 25-02-2006, di rumah al-Habib Thohir bin Yahya – Semarang<br /><br />Sayyidy al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz memulai ceramahnya dengan mengucap syukur pd Alloh Swt yg telah mengumpulkan kita di perkumpulan yang mulia ini, perkumpulan yang penuh dengan rohmat & keberkahan dari Alloh Swt, Alloh Jalajaluh telah menentukan perkumpulan ini sebelum menciptakan alam semesta sehingga kita sekalian di malam hari ini berkumpul di perkumpulan yg mulia ini dengan di bawah naungan keridhoan Alloh Swt, dengan di bawah naungan rohmat Alloh Swt, perkumpulan yang bersambung dengan Nabi Muhammad Saw, perkumpulan di bawah naungan dakwahnya Nabi Muhammad Saw, perkumpulan di bawah ajaran Nabi Muhammad Saw.<br /><br />Kita berkumpul di malam hari ini, berkumpul berdzikir pada Alloh Swt, mendengarkan ilmu yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, mendengarkan mempelajari apa-apa yang telah dibawa oleh Nabi kita Nabi Besar Muhammad Saw, kita berkumpul di malam hari ini mendengarkan ilmu, mendengarkan apa yang diajarkan Rosululloh tidak lain agar kita mengamalkan mempraktekkan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.<br /><br />Perkumpulan kita malam hari ini tidak lain adalah karena keberkahan Nabi Muhammad Saw, kalau bukan karena Rosululloh, kalau bukan karena Nabi Besar Nabi Muhammad Saw kita tidak akan pernah mengenal satu sama lain diantara kita, kalau bukan karena baginda besar Rosululloh Saw kita tidak akan pernah hadir di majlis ini, kalau bukan karena baginda besar Rosululloh Saw kita tidak saling mewasiatkan dengan al-haq washobar satu sama lain ayyuhal ihwan, kalau bukan karena baginda besar Nabi besar Muhammad Saw kita tidak akan pernah memiliki perbedaan dengan orang-orang kafir, orang-orang yang telah ditentukan oleh Alloh untuk jauh dari Alloh Swt, orang-orang yang dilaknat oleh Alloh Swt, akan tetapi lihatlah Alloh Jalajaluh menentukan kita di dalam qodlo’ dan qodar-Nya dijadikan kita sebagai orang-orang beriman di sisi Alloh Swt.<br /><br />Oleh karena itulah ayyuhal ihwan kita ikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad, kita ikuti ilmu yang dibawa Nabi Muhammad, yang menyerukan ajaran ini adalah Nabi Muhammad, ajaran yang datang dari Alloh Swt, bukan dari pemikiran manusia, bukan dari orang yang sempit pemikirannya akan tetapi ajaran ini, agama ini datang dari Alloh Swt dan ketahuilah: Kemuliaan kita, keagungan kita, kehormatan kita adalah dengan mengikuti ilmu Nabi Muhammad, dengan berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad Saw, berpegang teguh pada ajaran yang dibawa Nabi Muhammad, dengan mengikuti jejak yang dibawa Nabi Muhammad Saw.<br /><br />Perkumpulan kita di malam hari ini tidak lain adalah suatu pertanda dari Alloh Swt, pertanda bahwa Alloh menghendaki untuk kita suatu kebaikkan, ini merupakan perkumpulan kita malam hari ini, pertanda bahwa Alloh Swt akan mengangkat bala’ dari kita sekalian, akan menyucikan hati kita, akan menyinari hati kita dengan cahaya-Nya yang terang benderang, perkumpulan kita di malam hari ini adalah perkumpulan yang penuh keberkahan dari Alloh Swt, walaupun terkadang di malam hari ini kita berkumpul agak malam, akan tetapi walaupun kita agak capek sedikit berkumpul di ini malam, akan tetapi ingatlah nikmat yang diberikan Alloh Swt, sudah sepantasnya kita sebagai hamba untuk berjuang di jalan Alloh Swt, untuk berkorban demi Alloh Swt.<br /><br />Demi Alloh kalau bukan karena hadits, kalau bukan suatu hadits yang diucapkan oleh Rosululloh Saw, cukup hadits yang diucapkan Rosululloh Saw, di dalam hadits Rosululloh Saw bersabda:<br />“Di mana mereka orang-orang yang saling mencintai karena Aku (dikatakan oleh Alloh)?”<br />Di hari kiamat kelak nanti diserukan suatu seruan yang memanggil mereka yang saling mencintai karena Alloh Swt, yang saling menjenguk satu sama lain karena Alloh Swt, yang saling berdzikir berkumpul berdzikir karena Alloh Swt, mereka kelak akan di naungi oleh Alloh Swt di bawah naungan rohmat Alloh Swt. Di hari yang menakutkan, hari kiamat, dimana Alloh Swt mendekatkan matahari sehingga disebutkan matahari didekatkan oleh Alloh Swt di atas kepala manusia satu mill sebagaimana disebutkan oleh Nabi Muhammad Saw, sehingga manusia tertimpa suatu kesusahan yang begitu dahsyat, yang begitu menakutkan, mereka di bawah terik matahari yg panas, mereka dibanjiri oleh air keringat mereka sendiri, sehingga Nabi Muhammad Saw menyebutkan tentang hari kiamat yang begitu dahsyat, orang-orang yg dikumpulkan oleh Alloh Swt di hari kiamat berdesak-desakan satu sama lainnya, diceritakan telapak kaki di atas seribu telapak kaki di bawahnya.<br /><br />Sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Muhammad Saw bahwa mereka dibanjiri oleh keringat mereka, beberapa orang yang keringatnya sampai ke mata kakinya, beberapa lagi yang sampai ke lututnya, beberapa lagi sampai menutupi hidungnya.<br /><br />Disebutkan di dalam hadits bahwa Nabi Muhammad ketika membawakan hadits tersebut beliau Saw mengisyaratkan ke hidungnya, beberapa orang sampai ditutupi oleh keringat sampai ke hidungnya, beberapa lagi sampai di atasnya, sampai 70 hasta karena tenggelam oleh keringat. Na’udzubillah mindzalik. Hari yang menakutkan, hari dimana Alloh Swt mengumpulkan al- awwalin wal ahirin, dan ketahuilah di hari yg menakutkan tersebut tidak ada yang mampu memberikan pertolongan dan syafa’at melainkan Nabi Muhammad Saw, Nabi yang agung, Nabi yang mulia di sisi Alloh Swt.<br /><br />Di dalam hadits, baginda Nabi besar Muhammad Saw, beliau Saw bersabda:<br />“Aku adalah orang yang pertama kali memohon syafa’at kepada Alloh Swt, dan aku adalah orang yang pertama kali yang diterima syafa’atnya oleh Alloh Swt.”<br />Dan ini Nabi Muhammad Saw, lihatlah di dalam hadits ini NabiMuhammad Saw mengajarkan agar kita menjalin hubungan dengan Nabi Muhammad Saw, menjalin hubungan yang erat dengan Rosululloh Saw. Dahulu para shohabat Rosulillahi Saw pernah suatu kali mereka berkumpul, berbicara satu sama lain membahas para Nabi-Nabi Alloh, para Anbiya’ Alloh yang diutus oleh Alloh, manusia-manusia yang mulia di sisi Alloh Swt, dan inilah perkumpulan mereka para shohabat Rosulillahi Saw, mereka berkumpul mengingat Alloh, mereka berkumpul mengingat Nabi Muhammad, mereka berkumpul mengingat orang-orang yang dimuliakan oleh Alloh Swt.<br /><br />Lihat keadaan kaum muslimin sekarang, berbeda dengan keadaan para shohabat Rosulillah, kaum muslimin di jaman kita (mereka) berkumpul mengingat orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh, menyebut nama- nama orang yang hina di sisi Alloh Swt, sehingga betapa banyak kaum muslimin yang terpengaruh oleh pemikiran barat, pemikiran orang-orang yg tidak pernah sujud kepada Alloh Swt. Kewajiban kita kaum muslimin, kewajiban kita sekalian ayyuhal ihwan adalah kita menyuburkan keimanan di dalam hati kita, kita tingkatkan keimanan kita pada Alloh Swt, dan sungguh kemuliaan kita, keagungan kita dengan Alloh Swt. Alloh berfirman di dalam al-Qur’an:<br />“Kemuliaan, keagungan adalah milik Alloh Swt, milik Rosululloh Saw, dan milik mereka yang beriman kepada Alloh Swt, adapun mereka orang-orang munafiqin tidak mengetahui kalau kemuliaan adalah milik Alloh Swt.”<br /><br />Oleh karena itu ayyuhal ihwan, kita agungkan Alloh Swt, kita agungkan mereka mereka orang-orang yang diagungkan oleh Alloh Swt, muliakan orang-orang yang dimuliakan oleh Alloh Swt. Kewajiban kita mengagungkan Alloh, mengagungkan Rosululloh, mengagungkan para shohabat Rosulillah, mengagungkan para auliya’ Alloh Swt.<br /><br />Disebutkan ketika pada suatu hari para shohabat Rosulillah Saw berkumpul, mereka menyebutkan tentang keistimewaan para Nabi-Nabi yang terdahulu. Beberapa dari mereka mengatakan:<br />‘Lihatlah Nabi Ibrohim yang dijadikan oleh Alloh sebagai Kholilulloh (sebagai kekasih Alloh Swt, sebagai orang yang dimuliakan oleh Alloh Swt)!”<br />Maka beberapa shohabat yang lain mengatakan:<br />‘Tapi lihat Nabi Musa yang lebih agung yang dijadikan oleh Alloh sebagai Kalimulloh, orang yang bicara langsung dengan Alloh Swt!”<br />Beberapa lagi mengatakan:<br />‘Lihat Nabi Isa As yang dijadikan oleh Alloh sebagai Ruhulloh sebagai Kalimatulloh Swt!”<br />Beberapa lagi mengatakan tentang Nabi Adam yang diciptakan oleh Alloh Swt secara langsung. Ketika mereka sedang menyebutkan keistimewaan para Nabi yang terdahulu, datang kepada mereka Nabi Muhammad Saw, ketika Nabi Muhammad datang pada mereka dan mengucapkan salam kepada mereka, Nabi Muhammad mengatakan kepada mereka, ‘Wahai para shohabatku, kalian berkumpul pada saat ini menyebutkan tentang keistimewaan para Nabi utusan-utusan Alloh Swt, kalian mengatakan bahwa Nabi Ibrohim adalah Kholilulloh dan memang demikian Nabi Ibrohim adalah Kholilulloh. Dan, kalian menyebutkan bahwa Nabi Musa adalah Kalimulloh (orang yang berbicara langsung dengan Alloh, yang bermunajat langsung dengan Alloh) dan memang demikian adanya Nabi Musa sebagai Kalimulloh.<br /><br />Dan demikian pula dengan Nabi Isa, dengan Nabi Adam As adalah orang yang mulia di sisi Alloh Swt.’<br />Kemudian Nabi mengatakan kepada mereka,<br />‘Dan ketahuilah wahai para shohabatku bahwa aku adalah kekasih Alloh Swt, aku adalah habibulloh, aku adalah kekasih Alloh Swt, dan aku orang pertama yang memberikan syafa’at di hari kiamat nanti, dan aku adalah orang yg mulia dari kalangan makhluq yang diciptakan Alloh Swt (aku yang mulia diantara mereka), dan aku adalah orang yang pertama yang mengetuk pintu Surga sehingga aku adalah Nabi pertama yang akan memasuki Surga dan bersamaku orang-orang fuqoro’ dari orang-orang mukminin (orang-orang yg beriman kepada Alloh Swt).’<br /><br />Lihatlah Nabi Muhammad Saw, bagaimana beliau mengajarkan kita agar kita selalu menguatkan hubungan kita dengan Nabi Muhammad Saw. Alloh dan Rosul-Nya lebih pantas kita agungkan, lebih pantas kita puaskan kalau memang kita beriman kepada Alloh Swt.<br /><br />Disebutkan oleh Sayyidina al-Habib Umar bahwa perkumpulan kita ini adalah perkumpulan yang insya Alloh membawa keberkahan untuk kita sekalian, kita kelak di hari kiamat akan dibangkitkan oleh Alloh Swt di hari yg menakutkan.<br /><br />Mengelompokan diri daripada Alloh ke dalam Surga-Nya, dan kelompok akan digiring oleh Alloh Swt ke dalam Neraka Na’udzubillah mindzalik. Oleh karena itulah persiapkan diri kita untuk menghadapi hari kiamat yang menakutkan dengan mensucikan hati kita, dengan menghidupkan syari’at Nabi Muhammad Saw, dengan melaksanakan apa yang diperintahkan Alloh Swt, jauhkan segala larangan Alloh, jauhkan apa-apa yang diharomkan oleh Alloh Swt. Perbuatan yang diharomkan oleh Alloh Swt seperti riba’, seperti ucapan- ucapan yang kotor yang tidak diridhoi Alloh Swt, tinggalkan hal-hal yang dilarang oleh Alloh, melihat hal-hal yang diharomkan oleh Alloh, mata kita…jauhkan mata kita dari maksiat yang diharomkan oleh Alloh Swt!<br />Agungkan perintah Alloh Swt, agungkan apa yang diperintah oleh Alloh Swt.<br /><br />Dan, al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz memberikan wasiat kepada kita sekalian agar menjadikan bagian dari al-Qur’an, kita membaca al-Qur’an setiap harinya, jangan kita tinggalkan al-Qur’an yang diturunkan oleh Alloh Swt. Setiap hari kita baca al-Qur’an, setiap hari kita berdzikir kepada Alloh Swt, lihatlah Alloh Jalajaluh berfirman di dalam al-Qur’an:<br />“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah selalu kepada Alloh, berdzikir kepada Alloh dengan dzikir yang banyak.”<br />Sebagaimana yang difirmankan oleh Alloh Swt. Pernah sekali baginda besar Nabi Muhammad Saw ditanya oleh beberapa shohabat, “Wahai Nabi Muhammad, mereka orang-orang yang berjihad di jalanmu, siapa diantara mereka yang mendapatkan pahala yang paling besar dari Alloh Swt?”<br />Maka Nabi Muhammad Saw mengatakan,<br />“Mereka orang-orang yang berjihad yang paling besar mendapatkan pahala dari Alloh Swt adalah orang yang paling banyak berdzikir kepada Alloh Swt.”<br />Sehingga beberapa shohabat bertanya lagi kepada Nabi Muhammad, “Wahai Nabi Muhammad, mereka orang-orang yang mendirikan sholat, siapa diantara mereka yang paling banyak mendapatkan pahala dari Alloh Swt?”<br />Maka Nabi Muhammad menjawab sebagaimana jawabannya yang pertama, beliau mengatakan, “Yang paling banyak mendapatkan pahala dari mereka adalah orang yang paling banyak berdzikir kepada Alloh Swt.”<br />Beberapa shohabat lagi bertanya kepada Nabi Muhammad, “Wahai Nabi Muhammad, orang yang berzakat, siapa dari mereka yang paling banyak mendapatkan pahala dari Alloh Swt?”<br />Maka Nabi Muhammad Saw mengatakan,<br />“Adalah orang yang paling banyak berdzikir kepada Alloh Swt.”<br />Shohabat bertanya lagi,<br />“Mereka ya Rosululloh, mereka yang bersedekah di jalan Alloh, siapa diantara mereka yang paling banyak mendapatkan pahala dari Alloh?”<br />Maka Nabi Muhammad Saw mengatakan,<br />“Yang paling banyak mendapatkan pahala dari Alloh Swt adalah mereka orang-orang yang paling banyak berdzikir kepada Alloh Swt.”<br />Ketika mendengar perkataan tersebut, Sayyidina Abubakar, Sayyidina Umar mengatakan kepada Nabi Muhamamad, “Orang-orang yang banyak berdzikir kepada Alloh, mereka kelak memperoleh seluruh kebaikan dunia dan akhirat!”<br />Maka Nabi Muhammad mengatakan kepada para shohabat-nya, “Memang demikian, mereka orang-orang yang banyak berdzikir kepada Alloh, mereka telah memperoleh seluruh kebaikan dunia dan akhirat.”<br /><br />Sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Muhammad Saw.<br />Al-Habib Abdulloh bin Husein bin Thohir, beliau menyebutkan di dalam beberapa perkataannya beliau memberikan kabar gembira kepada orang- orang yang banyak berdzikir kepada Alloh Swt, bahwa bagi mereka keamanan dan keselamatan di dunia dan akhirat dari Alloh Swt. Bahkan disebutkan di dalam hadits Nabi Muhammad Saw bahwa petir tidak akan menyambar orang-orang yang berdzikir kepada Alloh Swt. Di dalam hadits yang lain, disebutkan oleh Nabi Muhammad Saw bahwa seseorang hamba tidak mengerjakan suatu amalan yang mampu menyelamatkannya dari siksa api Neraka yang lebih ampuh daripada dzikir kepada Alloh Swt. Ketika beberapa shohabat datang kepada Nabi Muhammad Saw, beberapa shohabat mengadu, “Ya Rosululloh, syari’at Islam banyak amalannya, aku bingung bagian mana yang harus aku dahulukan? Maka berikan wasiat padaku suatu amalan ya Rosululloh yang aku pegang dengan teguh.”<br />Maka Nabi Muhammad Saw memberikan kepadanya wasiat agar dia banyak berdzikir kepada Alloh Swt.<br />Disebutkan lagi, seorang anak dari kalangan shohabat Rosulillah ditawan oleh orang-orang kafir, maka ayah dan ibu dari anak tersebut mengadu kepada Nabi Muhammad Saw, mengadu bahwa anaknya ditawan oleh orang-orang kafir, maka Nabi Muhamamd Saw memberikan wasiat kepada ayah dan ibu dari anak tersebut agar banyak berdzikir kepada Alloh Swt. Dan Nabi Muhammad memberikan suatu dzikir yang berbunyi “Lahawla walaquwata illabillah” agar kedua orang tua tersebut memperbanyak membaca dzikir “Lahawla walaquwata illabillah”, maka sang ayah dan sang ibu membaca “Lahawla walaquwata illabillah” dzikir yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad, setiap waktunya dibaca dzikir tersebut.<br /><br />Dan Alloh Swt, ketika anak tersebut sedang ditawan kebetulan para penjaga yang mengawasi anak tersebut sedang ketiduran, maka sang anak ini berhasil menyelamatkan dirinya berkat pertolongan dari Alloh Swt, keluar dari penjara! Sehingga dia mendapati orang-orang yang menjaga penjara sedang tertidur maka anak ini kabur, dan di luar melihat onta-onta orang-orang kafir, onta yang dimiliki orang-orang kafir, maka dirampaslah onta-onta tersebut dan dibawa ke kota Madinah. Ketika sampai sang anak, setelah menyelamatkan dirinya dari tawanan orang-orang kafir dengan membawa harta rampasan dari orang-orang kafir, langsung datang ke rumah ayah dan ibunya. Didapati ayah ibunya sedang memperbanyak dzikir membaca “Lahawla walaquwata illabillah” yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw, maka sang anak ini mengetuk pintu rumah orang tuanya.<br /><br />Ketika dibuka, orang tuanya sangat berbahagia melihat anaknya telah diselamatkan oleh Alloh Swt dengan berkat dzikir yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw.<br />Oleh karena itulah ayyuhal ihwan, kita perbanyak dzikir kepada Alloh Swt, berdzikir dengan hati yang hadir, dengan kekhusyukan di dalam hati kita, sehingga disebutkan beberapa orang wanita datang kepada seorang wali min auliya’ illah di kota Baghdad, kebetulan wanita ini memohon-mohon kepada wali tersebut agar dituliskan kepadanya, kebetulan salah seorang keluarganya sedang sakit maka ini wanita datang wali min auliya’ illah itu agar dituliskan suatu dzikir yang dicelupkan ke dalam air untuk diminum oleh anaknya atau keluarganya yang sedang sakit. Maka sang wali ini meminta kepada sang wanita tersebut untuk gelas untuk dituliskan di dalam gelas tersebut dzikrulloh Swt yang nanti akan dituangkan air ke dalamnya untuk diminum oleh keluarganya yang sedang sakit. Baru diambil itu gelas, dan ini syeikh ini wali baru memulai menulis nama Alloh, tiba-tiba gelas tersebut pecah karena tidak kuat menanggung nama Alloh Swt. Ini wali menulis dengan hati yang hadir, dengan kekhusyukan di dalam hatinya, baru menulis “La illaha illalloh” di dalam gelas, itu gelas langsung itu pecah, maka ini wali mengatakan kepada wanita itu, “Coba bawakan gelas yang lain untuk aku tulis nama Alloh didalamnya!”<br />Dibawakan gelas yang lain, baru mulai menulis itu gelas pecah lagi, dan begitu seterusnya beberapa kali dibawakan gelas dan setiap kali ingin ditulis nama Alloh itu gelas langsung pecah, maka sang wali ini mengatakan kepada wanita itu, “Lebih baik engkau wahai wanita pergi kepada orang sholeh yang lain dan mohon do’a kepadanya, karena hatiku ini selalu hadir kepada Alloh Swt, apabila aku berdzikir kepada Alloh, hatiku khusyuk kepada Alloh sehingga setiap kali aku menulis ini gelas akan pecah dan apabila engkau membawakan aku gelas yang ada di seluruh kota Baghdad, semuanya akan pecah tidak akan mampu menahan nama Alloh yang aku akan tuliskan ke dalam gelas tersebut.”<br />Lihatlah bagaimana orang-orang sebelum kita, ketika mereka berdzikir pada Alloh Swt, dan beginilah sepantasnyalah kita berdzikir kepada Alloh Swt.<br /><br />Al-Habib Abdulloh bin Alwi al-Haddad, Al-Imam al-Quthb Sayyidina al- Habib Abdulloh al-Haddad, beliau ketika berdzikir kepada Alloh, beliau berdzikir dalam keadaan khusyuk, bahkan di tiap keadaannya beliau selalu dalam keadaan ingat kepada Alloh Swt, dalam keadaan khusyuk sehingga disebutkan ketika beliau akan sholat, beliau selalu memberikan wasiat para sahabatnya agar apabila beliau pergi sholat agar tidak seorangpun berbicara dengannya. Mengapa? Karena ketika beliau akan pergi ke Mushola untuk sholat, beliau sedang mengumpulkan hatinya untuk mengingat kepada Alloh Swt, mengkonsentrasikan hati dan pikirannya untuk mengingat kepada Alloh Swt. Disebutkan bahwa al-Habib Abdulloh al-Haddad pernah sekali ketika ingin sholat di suatu Mushola atau di suatu Masjid, ketika beliau mengucapkan takbirotul ihrom, tembok yang ada di depannya langsung terbelah karena wibawa nama Alloh Swt yang diucapkan al-Habib Abdulloh bin Alwi al Haddad. Dan inilah para auliya’ Alloh, orang-orang yang sebelum kita ketika mereka berdzikir kepada Alloh Swt.<br />Dan al-Habib Umar di akhir ceramahnya, beliau memberikan do’a kepada kita sekalian, beliau berdo’a dengan do’a yang insya Alloh dikabulkan oleh Alloh Swt. Beliau menyebutkan ketika beliau berdo’a, beliau mengatakan apabila salah seorang dari kita, bahkan apabila seseroang dari ujung bumi dia berjalan merangkak untuk menghadiri do’a yang dibaca ini maka memang sudah sepantasnya dia berjalan merangkak walaupun dari ujung dunia karena insya Alloh do’a kita dikabulkan oleh Alloh Swt, dan al-Habib Umar mendo’akan kepada kita sekalian agar majlis kita ini diberikan keberkahan oleh Alloh Swt, dan dijadikan majlis kita ini majlis yang bersambung dengan Nabi Muhammad Saw, do’a yang bersambung dengan do’a Nabi Muhammad, majlis yang bersambung dengan majlis Nabi Muhammad Saw.<br /><br />Ini sedikit yang bisa saya (*) terjemahkan dari apa yang saya (*) fahami dari ceramahnya Sayyidina al-Habib Umar, mudah-mudahan apa yg kita dengar membawa manfaat untuk kita sekalian, wassholollohu ala sayyidina Muhammadin, wa ala alihi washohbihi wassalam, walhamdulillahirrobbil alamin.MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-77762094957784928772009-12-30T11:51:00.001+07:002009-12-30T11:52:47.002+07:00Langkah Awal Mendekatkan Diri Kepada Allah<p>Orang yang cerdas dan berpikiran sehat adalah mereka yang mengelola (me-manage) amal-amalnya sehingga semua kegiatan mereka menjadi sempurna.</p> <p>Langkah awal yang harus diperhatikan oleh seorang hamba dalam ber-suluk adalah menyucikan dan mendidik nafs serta menyempurnakan akhlak. Bagi<br />seorang sâlik usaha penyucian nafs lebih utama dari pada memperbanyak ibadah sunah, seperti salat sunah, puasa sunah dan sejenisnya. Karena,<br />seorang hamba tidak layak menghadap Allah SWT dengan hati dan nafs yang kotor. Ia hanya akan melelahkan dirinya, sebab amal yang ia kerjakan<br />mungkin justru membawanya ke arah kemunduran. </p> <p>Jika seseorang tidak menangani urusannya secara arif, maka dikhawatirkan ia akan tersesat dan mengalami kemunduran. Karena itu seseorang hendaknya selalu memelihara sir-nya (nurani) dan memanfaatkan waktu yang ia miliki. Jangan sekali-kali ia membiarkan hatinya kosong dari fikr (pemikiran) yang dapat melahirkan ilmu. Dan jangan sampai ia mengerjakan suatu perbuatan tanpa niat yang benar, karena niat adalah ruh amal. </p> <p>Jika hati seseorang tidak mampu mewadahi fikr (pemikiran) yang dapat melahirkan ilmu dan niat-niat saleh, maka ia seperti hewan liar. Dalam keadaan demikian manusia akan terbiasa menghabiskan waktunya untuk melakukan perbuatan yang sia-sia dan bergaul dengan orang-orang bodoh. Ia akan melakukan berbagai perbuatan buruk dan tercela. Seorang yang berakal hendaknya sadar dan memelihara hatinya.</p> <p>Ketahuilah, keadaan hati yang paling mulia adalah ketika ia selalu berhubungan dengan Allah SWT. Inilah landasan amal dan sumber perbuatan-perbuatan yang baik. Cara memakmurkan batin adalah dengan selalu<br />menghubungkan sir (nurani) dengan Allah SWT, sedangkan cara merusaknya adalah dengan selalu melalaikan-Nya. Jika hati seseorang telah memiliki<br />hubungan yang kuat dengan Allah SWT, ia dengan mudah dapat melakukan berbagai amal dan ketaatan yang bisa mendekatkannya kepada Allah.</p> <p>Ketahuilah, bahwa hati itu bagaikan cermin, memantulkan bayangan dari semua yang ada di hadapannya. Karena itu manusia harus menjaga hatinya, sebagaimana ia menjaga kedua bola matanya.</p> <p>Orang yang mengkhususkan diri untuk beribadah kepada Allah hendaknya tidak bergaul dengan orang-orang yang jahat, bodoh dan suka berbuat tercela, sebab perilaku mereka akan mempengaruhi hati dan memadamkan cahaya bashiroh-nya.</p> <p>Seorang pencari kebenaran hendaknya memperhatikan segala sesuatu yang dapat memperbaiki hatinya. Untuk memperbaiki hati diperlukan beberapa<br />metode, di antaranya adalah dengan selalu mengolah fikr (pemikiran) untuk membuahkan hikmah dan asror, banyak berdzikir dengan hati dan lisan, dan juga dengan menjaga penampilan lahiriah: pakaian, makanan, ucapan, serta semua perilaku lahiriah yang memberikan pengaruh nyata bagi hati. Seorang<br />pencari kebenaran tidak sepantasnya mengabaikan hal ikhwal hatinya.</p>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-23133198616084955182009-12-30T11:51:00.000+07:002009-12-30T11:52:18.929+07:00Langkah Awal Mendekatkan Diri Kepada Allah<p>Orang yang cerdas dan berpikiran sehat adalah mereka yang mengelola (me-manage) amal-amalnya sehingga semua kegiatan mereka menjadi sempurna.</p> <p>Langkah awal yang harus diperhatikan oleh seorang hamba dalam ber-suluk adalah menyucikan dan mendidik nafs serta menyempurnakan akhlak. Bagi<br />seorang sâlik usaha penyucian nafs lebih utama dari pada memperbanyak ibadah sunah, seperti salat sunah, puasa sunah dan sejenisnya. Karena,<br />seorang hamba tidak layak menghadap Allah SWT dengan hati dan nafs yang kotor. Ia hanya akan melelahkan dirinya, sebab amal yang ia kerjakan<br />mungkin justru membawanya ke arah kemunduran. </p> <p>Jika seseorang tidak menangani urusannya secara arif, maka dikhawatirkan ia akan tersesat dan mengalami kemunduran. Karena itu seseorang hendaknya selalu memelihara sir-nya (nurani) dan memanfaatkan waktu yang ia miliki. Jangan sekali-kali ia membiarkan hatinya kosong dari fikr (pemikiran) yang dapat melahirkan ilmu. Dan jangan sampai ia mengerjakan suatu perbuatan tanpa niat yang benar, karena niat adalah ruh amal. </p> <p>Jika hati seseorang tidak mampu mewadahi fikr (pemikiran) yang dapat melahirkan ilmu dan niat-niat saleh, maka ia seperti hewan liar. Dalam keadaan demikian manusia akan terbiasa menghabiskan waktunya untuk melakukan perbuatan yang sia-sia dan bergaul dengan orang-orang bodoh. Ia akan melakukan berbagai perbuatan buruk dan tercela. Seorang yang berakal hendaknya sadar dan memelihara hatinya.</p> <p>Ketahuilah, keadaan hati yang paling mulia adalah ketika ia selalu berhubungan dengan Allah SWT. Inilah landasan amal dan sumber perbuatan-perbuatan yang baik. Cara memakmurkan batin adalah dengan selalu<br />menghubungkan sir (nurani) dengan Allah SWT, sedangkan cara merusaknya adalah dengan selalu melalaikan-Nya. Jika hati seseorang telah memiliki<br />hubungan yang kuat dengan Allah SWT, ia dengan mudah dapat melakukan berbagai amal dan ketaatan yang bisa mendekatkannya kepada Allah.</p> <p>Ketahuilah, bahwa hati itu bagaikan cermin, memantulkan bayangan dari semua yang ada di hadapannya. Karena itu manusia harus menjaga hatinya, sebagaimana ia menjaga kedua bola matanya.</p> <p>Orang yang mengkhususkan diri untuk beribadah kepada Allah hendaknya tidak bergaul dengan orang-orang yang jahat, bodoh dan suka berbuat tercela, sebab perilaku mereka akan mempengaruhi hati dan memadamkan cahaya bashiroh-nya.</p> <p>Seorang pencari kebenaran hendaknya memperhatikan segala sesuatu yang dapat memperbaiki hatinya. Untuk memperbaiki hati diperlukan beberapa<br />metode, di antaranya adalah dengan selalu mengolah fikr (pemikiran) untuk membuahkan hikmah dan asror, banyak berdzikir dengan hati dan lisan, dan juga dengan menjaga penampilan lahiriah: pakaian, makanan, ucapan, serta semua perilaku lahiriah yang memberikan pengaruh nyata bagi hati. Seorang<br />pencari kebenaran tidak sepantasnya mengabaikan hal ikhwal hatinya.</p>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-50524805869955863682009-12-30T11:49:00.000+07:002009-12-30T11:50:17.085+07:00Niat<div class="snap_preview"><p>“Niat saleh” adalah kecenderungan dan keinginan hati untuk berbuat baik. Suara hati merupakan sumber dan penyebab pertama timbulnya niat. Niat adalah ruhnya amal, seperti ruh bagi jasad, dan hujan bagi bumi. Barang siapa yang niat dan tujuannya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia memiliki niat yang saleh. Karena itulah beliau RA berkata, “carilah selalu niat-niat saleh”. </p> <p>Niat ada yang saleh dan ada yang buruk. Dalam suatu amal kadang kala dapat diperoleh niat yang banyak. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.”</p> <p>Niat yang baik akan membuahkan amal yang baik,sedangkan niat yang buruk akan mengakibatkan amal yang buruk.</p> <p>Allah berfirman: “Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.”<br />(QS Al-Bayyinah, 98:5) Yakni, dengan niat yang ikhlas untuk Allah. Niat juga merupakan salah satu sebab<br />untuk memperoleh taufik: Jika kedua juru pendamai itu berniat mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu (untuk berdamai).<br />(QS An-Nisa, 4:35)</p> <p>Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berniat melakukan kebajikan, namun ia tidak mengamalkannya, Allah akan mencatatkan kebajikan baginya.” Dan sabdanya lagi: “Mereka kelak dikumpulkan berdasarkan niat mereka.”</p> <p>Imam At-Tsauri berkata, “Dahulu mereka mempelajari niat untuk beramal sebagaimana mereka mempelajari amal.”</p> <p>Dan diriwayatkan dalam kitab Taurat bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Segala sesuatu yang diniatkan untuk-Ku, maka sedikitnya adalah banyak, dan<br />segala sesuatu yang ditujukan kepada selain Aku, maka banyaknya adalah sedikit.”</p> <p>Bilal bin Sa’ad berkata, “Sesungguhnya seorang hamba akan mengucapkan ucapan seorang mukmin, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan amalnya, jika ia mengamalkannya, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan niatnya, jika niatnya baik, Allah akan memperbaiki kelemahan amalnya.”</p> <p>Niat adalah tiangnya amal, oleh karena itu amal sangat membutuhkan niat. Nabi SAW bersabda: “Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya.” Hati adalah pengawas yang ditaati dan niat adalah amal hati. Amal tanpa niat yang saleh, tidak akan bermanfaat, dan amal dengan niat yang buruk, akan mencelakakan.</p> <p>Banyaknya niat tergantung pada banyaknya usaha untuk berbuat kebaikan, keluasan ilmu dan ketekunan dalam menghimpun berbagai niat yang baik. Dan banyaknya niat ini dapat menyucikan dan melipat- gandakan amal. Namun maksiat akan tetap maksiat, karena niat baik tidak akan dapat merubahnya.</p> <p>Berbagai amal yang mubah, dengan niat yang benar dari seorang yang sidq, dapat menjadi sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. Mereka yang selalu disibukkan dengan urusan keduniaan, niat-niat saleh<br />tersebut tidak akan terlintas dalam benak mereka. Jika mereka mengaku memiliki suatu niat baik, ketahuilah, sesungguhnya itu hanyalah bisikan hati, bukan niat.</p> <p>Saat melaksanakan atau meninggalkan suatu amal harus disertai dengan niat yang baik, karena meninggalkan suatu amal adalah amal juga. Oleh<br />karena itu, jangan sampai hawa nafsu yang tersembunyi menjadi penggerak suatu amal. Karena alasan inilah beberapa sufi urung melaksanakan suatu<br />ketaatan, karena gagal menetapkan niat yang baik.</p> <p>Niat adalah fath dari Allah yang pada dasarnya tidak bisa diusahakan. Niat yang baik ini oleh Allah Ta’ala dianugerahkan kepada orang-orang yang berhati suci, memiliki ilmu yang luas dan selalu disibukkan dengan ajaran Allah, bukan orang-orang seperti kita. Kita ini tidak mudah untuk berniat baik walaupun dalam melaksanakan yang wajib, kecuali setelah berusaha dengan susah payah.</p> <p>(Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi, Syarhul ‘Ainiyyah, Wasiat dan Nasihat, Putera Riyadi)</p> </div>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-55651399200015257392009-12-30T11:44:00.000+07:002009-12-30T11:46:46.976+07:00Al-Imam Alwi Al-Ghuyur<div class="snap_preview"><p>[Al-Imam Alwi Al-Ghuyur - Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad - Ali - Muhammad Shohib Mirbath - Ali Khali' Qasam - Alwi - Muhammad - Alwi - Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-Rumi - Muhammad An-Naqib - Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-Zahro - Muhammad SAW]</p> <p>Beliau adalah Al-Imam Alwi bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW. Beliau dijuluki dengan Al-Ghuyur (yang cemburu), yaitu yang cemburu atas namanya. Hal ini dikarenakan tidak ada seorang pun dari keluarga Bani Alawy di jaman beliau yang bernama Alwi. Jika ada seseorang yang berniat memberi nama Alwi, pasti ia akan tercegah untuk menamakan dengan nama itu, sehingga memberikan nama lain.</p> <p>Beliau dilahirkan di kota Tarim dan dibesarkan disana. Beliau dididik langsung oleh ayahnya. Beliau mengambil dari ayahnya berbagai macam ilmu dan pengetahuan. Beliau juga menempuh jalan ayahnya, baik secara syariah, thariqah maupun haqiqah. Ibu beliau adalah Hababah Zainab binti Ahmad bin Muhammad Shahib Mirbath, seorang wanita yang termasuk al-’arif billah.</p> <p>Beliau adalah seorang keturunan Rasul SAW yang agung, seorang yang alim dan mengamalkan ilmunya, serta seorang ahli zuhud. Beliau adalah seorang al-’arif billah, mempunyai maqam yang tinggi dan karomah yang luar biasa. Beliau banyak mendapatkan ilmu-ilmu laduniyyah dan asrar ghaibiyyah.</p> <p>Beliau jika berkata terhadap sesuatu, “Kun (jadilah),” maka sesuatu itu jadi sebagaimana yang dikehendakinya dengan ijin Allah. Banyak para ulama besar dan auliya di jamannya menukilkan ucapan beliau yang berkata, “Aku berada dalam maqam Al-Junaid.” Beliau dapat mendengar tasbih dari benda-benda mati.</p> <p>Beliau bisa mengenali orang-orang yang ahli celaka dan yang ahli bahagia. Pada suatu hari ayahnya, Al-Faqih Al-Muqaddam, berkata kepada beliau pada saat beliau masih kecil, “Engkau dapat mengenali mana orang yang ahli celaka dan mana yang ahli bahagia. Maka lihatlah yang demikian itu di dahiku (aku termasuk yang mana)?.” Lalu beliau melihatnya dan mendapatkannya sebagai orang yang termasuk ahli bahagia, kemudian beliau sampaikan hal tersebut kepada ayahnya.</p> <p>Suatu saat beliau berziarah ke datuknya, Rasulullah SAW, dan di sampingnya ada Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi keduanya). Beliau berkata kepada datuknya SAW, “Dimanakah kedudukanku di sisimu, wahai kakek?.” Menjawab Rasulullah SAW, “Di kedua belah mataku.” Lalu Rasulullah SAW bertanya kepada beliau, “Dan dimanakah kedudukanku di sisimu, wahai Syeikh Alwi?.” Lantas beliau menjawab, “Di atas kepalaku.” Kemudian Abubakar berkata, “Bagaimana engkau menempatkan Rasulullah demikian?. Dia menempatkanmu di kedua belah matanya, sedangkan engkau menempatkannya di atas kepalamu. Tidak ada sesuatu yang dapat menyamai kedua belah mata. Engkau harus mensyukurinya dengan bersedekah kepada para fakir miskin 100 dinar.” Setelah beliau pulang, beliau pun bersedekah 100 dinar sebagai tanda syukur.</p> <p>Pada saat beliau berlambat-lambat dalam menikah, berkatalah calon keturunannya dari punggungnya, “Kami telah berada di punggungmu. Cepatlah menikah. Kalau tidak, kami akan keluar dari punggungmu!.” Ketika beliau telah menikah dan istrinya mengandung, berkatalah si jabang bayi dari rahim istrinya, “Aku anak sholeh. Aku hamba Sholeh.”</p> <p>Beliau, Al-Imam Alwi Al-ghuyur, seorang yang cepat memberikan pertolongan bagi siapa saja yang membutuhkan pertolongan. As-Sayyid Al-Allamah Al-Imam Muhammad bin Alwi Al-Khirid Ba’alawy berkata di dalam kitabnya Al-Ghurar, “Mengabarkan kepadaku Asy-Syeikh Abdurrahman bin Ali bahwa para al-’arif billah berkata, ‘Ada 3 orang dari keluarga Bani Alawy yang senantiasa semangatnya terpelihara. Sifatnya yang merespon pertolongan dengan cepat selalu semakin baik dan terjaga. Seorang yang meminta pertolongan kepada mereka, selalu cepat mereka bantu. Mereka adalah Alwi Al-Ghuyur, dan anaknya yaitu Ali, serta Asy-Syeikh Umar Al-Muhdhor.’ “</p> <p>Ayah beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, memuji kepada beliau dan memberikan isyarat bahwa pada suatu saat nanti anaknya itu akan menjadi seorang wali yang agung. Banyak para ulama mengatakan bahwa sirr ayahnya pindah kepada diri beliau. Sebagian di antara mereka berkata, “Beliau pengganti dari orang-orang yang terdahulu.”</p> <p>Beliau menikah dengan seorang wanita yang bernama Hababah Fatimah binti Ahmad bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath. Melalui istrinya tersebut, beliau dikaruniai dua orang putra, yaitu Ali dan Abdullah. Beliau wafat pada hari Jum’at, 12 Dzulqaidah 669 H. Jasad beliau disemayamkan di pekuburan Zanbal Tarim dan diletakkan di sebelah timur dari makam ayahnya. </p> <p>Radhiyallohu anhu wa ardhah… </p> <p>[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy] </p> </div>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-33338361421090577872009-12-30T11:41:00.001+07:002009-12-30T11:44:22.773+07:00Al-Imam Ali Zainal Abidin Bin Ali Bin Abi Tholib<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzmtMSDc90VX_sj1tDgI0nXqp5wS6vsjEcXM32eaZNkBePWRrey1S5-ELRYn3iEphH9EXMf2z5wafGGJ73qA9xTwdYPk6e3dgiSVoIem49AfXI-YlIIu21u0yoNuwmKJ1ihnrsewGv8_w/s1600-h/makam+Al-Imam+Ali+Zainal+Abidin+Bin+Ali+Bin+Abi+Tholib.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 137px; height: 103px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzmtMSDc90VX_sj1tDgI0nXqp5wS6vsjEcXM32eaZNkBePWRrey1S5-ELRYn3iEphH9EXMf2z5wafGGJ73qA9xTwdYPk6e3dgiSVoIem49AfXI-YlIIu21u0yoNuwmKJ1ihnrsewGv8_w/s320/makam+Al-Imam+Ali+Zainal+Abidin+Bin+Ali+Bin+Abi+Tholib.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5420885459567643682" border="0" /></a><br /><div class="the_content"><p>Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa. “Allahu Akbar!” suara lelaki itu mengawali shalatnya.<br />Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do’a. Seusai shalat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.</p> <p>Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya. “Rupanya malam sudah larut…,”bisiknya. Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.</p> <p>Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkan nya.</p> <p>Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah. “Alhamdulillah…, harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,”kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.</p> <p>Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu. “Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!” seru orang yang mendapat jatah makanan. “Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakan nya untuk kita!” sambut yang lainnya.</p> <p>Begitu pula pada malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.</p> <p>“Sungguh! Kita terbebas dari kesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!” kata orang miskin ketika pagi tiba. “Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong…,” timpal seorang temannya. </p> <p>Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungannya.</p> <p>Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya? Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparan. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.</p> <p>Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya! “Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak…,” orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.</p> <p>Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. “Ayo cepat! Mana uangnya?!” gertak orang itu sambil mengacungkan pisau. Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok sehingga membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.</p> <p>“Siapa kau?!” tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu. “Ampun, Tuan….jangan siksa saya…saya hanya seorang budak miskin…,”katanya ketakutan. “Kenapa kau merampokku?” Tanya Ali kemudian. “Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan,” sahutnya dengan wajah pucat.</p> <p>Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus. “Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat…” “Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?” kata Ali.</p> <p>Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub. “Sekarang pulanglah!” kata Ali. Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis. “Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertaubat kepada Allah…saya berjanji tidak akan mengulanginya,” kata orang itu penuh sesal.</p> <p>Ali tersenyum dan mengangguk–anggukkan kepalanya. “Hai, orang yang bertaubat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah Maha pengampun.” Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertaubat atas kesalahannya.</p> <p>“Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini…,” kata Ali sebelum orang itu pergi.” Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku,” sambung Ali, dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.</p> <p>Suatu ketika setelah wafatnya Ali Zainal Abidin, orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang. Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya, “Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?” “Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah,” kata orang yang bertaubat itu dengan rasa haru.</p> <p>Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan. Orang yang bertaubat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo’a,” Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.”</p> </div>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4018116250007230970.post-22547231976922656752009-12-30T11:36:00.004+07:002009-12-30T11:40:31.252+07:00Al-Imam Ali Shahibud Dark<div class="snap_preview"><p>[Al-Imam Ali Shahibud Dark - Alwi Al-Ghuyur - Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad - Ali - Muhammad Shohib Mirbath - Ali Khali' Qasam - Alwi - Muhammad - Alwi - Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-Rumi - Muhammad An-Naqib - Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-Zahro - Muhammad SAW]</p> <p>Beliau adalah Al-Imam Ali bin Alwi Al-Ghuyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW. Beliau dijuluki dengan Shahibud Dark (orang yang sampai pada maqam dapat memberikan pertolongan kepada orang lain).</p> <p>Beliau adalah seorang imam, guru besar dan wali yang terkenal. Beliau adalah orang yang mahbub (dicintai) di sisi Allah. Ibu beliau adalah seorang syarifah, yaitu Sayyidah Fatimah binti Ahmad bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath.</p> <p>Beliau, Al-Imam Ali Shahibud Dark, adalah termasuk orang-orang yang yang diberikan kekhususan. Beliau seorang ‘arif billah dan qutub. Beliau seorang yang kuat dalam ber-mujahadah dan suka menyendiri dalam ber-muwajahah kepada Allah. Diri beliau adalah merupakan sosok teladan bagi para muridin dan arifin.</p> <p>Beliau dibesarkan dalam didikan ayahnya. Beliau juga sempat hidup dengan kakeknya, Al-Faqih Al-Muqaddam, ketika masih kecil. Dari keduanya, beliau mendapatkan banyak nafahat.</p> <p>Suatu ketika saat berada di Mekkah, beliau berdoa kepada Allah agar diberikan seorang anak yang sholeh. Spontan setelah itu terdengar suara, “Doamu telah dikabulkan oleh Allah. Maka kembalilah engkau ke negerimu.” Beliau pun kembali ke Tarim. Namun beliau masih berlambat-lambat dalam menikah. Suatu ketika beliau berada di salah satu masjid di kota Tarim sedang berdoa. Saat beliau hanyut dalam doanya dan ruhnya naik keatas langit, beliau mendapat kabar gembira dengan akan diberikannya seorang anak yang sholeh. Beliau lalu berkata, “Saya ingin melihat tandanya.” Lalu beliau diberi 2 lembar kertas, sambil dikatakan kepada beliau, “Taruhlah salah satu kertas itu diatas mata seorang wanita yang berada di dekatmu, maka ia akan segera dapat melihat.” Dan memang di dekat beliau ada seorang wanita yang buta. Beliau pun lalu menaruh salah satu kertas tersebut diatas matanya dan spontan wanita itu dapat melihat kembali. Beliau pun kemudian menikah dengan wanita tersebut dan memperoleh seorang anak yang sholeh yang bernama Muhammad.</p> <p>Beliau, Al-Imam Ali Shahibud Dark, banyak mempunyai karomah dan keajaiban. Beliau adalah orang yang suka ber-khalwah (menyendiri) dan ber-zuhud terhadap dunia. Beliau sering berziarah ke makam Nabiyallah Hud di bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan.</p> <p>Muhammad bin Abu As-Su’ud pernah berkata,</p> <p>“Suatu ketika beliau mendapatkan harta. Lalu aku mendengar beliau berkata, ‘Ali bin Alwi dan dunia…Ya Allah, jauhkan aku darinya, atau jauhkan ia dariku.’ Beliau meninggal 3 bulan setelah itu.”</p> <p>As-Syeikh Ibrahim bin Abu Qusyair berkata,</p> <p>“Aku bermimpi bertemu dengan Asy-Syeikh Ali bin Alwi, lalu aku bertanya, ‘Bagaimana Allah memperlakukanmu?. Beliau menjawab, ‘Sesuatu apapun tak dapat membahayakan orang yang mahbub (dicintai).’ “</p> <p>Beliau meninggal pada hari Rabu, 17 Rajab 709 H. Beliau meninggalkan seorang putra yang bernama Muhammad Maulad Dawilah, dan 6 putri yang masing-masing bernama Maryam, Khadijah, Zainab, Aisyah, Bahiyah dan Maniyah. Kesemuanya berasal dari seorang ibu yang bernama Fatimah bin Sa’ad Balaits. </p> <p>Radhiyallohu anhu wa ardhah… </p> <p>[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy] </p> </div>MAJELIS DZIKIR ASMAUL HUSNA RHOTIB SYAMSI SYUMUS KUDUShttp://www.blogger.com/profile/16314677069123481568noreply@blogger.com